Bank Dunia: Anak Muda di Asia Timur dan Pasifik Sulit Dapat Kerja

17 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi masyarakat di Asia Timur dan Pasifik berkembang pesat seiring pertumbuhan yang berorientasi ekspor dan padat karya menciptakan lapangan kerja lebih produktif.

Namun, perubahan teknologi, perdagangan dan demografi menjadi tantangan bagi negara yang menerapkan pertumbuhan berorientasi ekspor dan padat karya di Asia Timur dan Pasifik.

Perkembangan robot industri, kecerdasan buatan dan artificial intelligence dan digitalisasi mendorong produktivitas dan menciptakan lapangan kerja baru sekaligus menggantikan lapangan kerja lainnya.

Selain itu, meningkatnya hambatan perdagangan berdampak pada pola perdagangan negara-negara. Hal itu juga berdampak terhadap pasar tenaga kerja di Asia Timur dan Pasifik. Berlawanan dengan tren populasi menua di China dan Malaysia, kaum muda di Indonesia dan Kamboja membentuk tenaga kerja abadi.

Bank Dunia mencatat tingkat pekerjaan tinggi di kawasan Asia Timur Pasifik dibandingkan kawasan lain. Namun, kaum muda kesulitan mencari pekerjaan di China, Indonesia dan beberapa negara lain. Melihat data Bank Dunia, tingkat pengangguran usia 15-24 tahun di Indonesia di atas 10%, usia 25-54 tahun di atas 5%.

Di sisi lain, partisipasi angkatan kerja rendah di beberapa negara terutama di Pasifik dan khususnya di kalangan perempuan. Berbeda dengan kawasan berkembang lainnya, populasi usia kerja di kawasan Asia Pasifik secara keseluruhan menyusut. Diprediksi akan turun 200 juta antara 2025-2050. Namun, terdapat perbedaan di dalam kawasan ini yakni China, Vietnam, dan Thailand mengalami penuaan penduduk. Sedangkan Filipina, Indonesia dan Kamboja mengalami lonjakan jumlah penduduk.

Bank Dunia menilai, meningkatkan produktivitas lapangan kerja sangat penting bagi sebagian besar negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Hal ini karena produktivitas tenaga kerja masih relatif rendah dan di bawah rata-rata global kecuali China dan Malaysia.

"Menciptakan lapangan kerja penting, tidak hanya bagi kaum muda dan perempuan, tetapi juga bagi negara-negara kepulauan Pasifik secara luas karena proporsi penduduk usia kerja yang bekerja di bawah rata-rata global,” demikian seperti dikutip.

Promosi 1

Sektor yang Berpotensi Ciptakan Lapangan Kerja

Bank Dunia mencatat untuk meningkatkan produktivitas lapangan kerja, negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik perlu mengatasi pergeseran pola ketenagakerjaan sektor yang muncul dari transformasi ekonomi negara-negara tersebut.

Selama 1970-an hingga 1990, lapangan kerja bergeser dari pertanian ke pekerjaan lebih produktif di bidang manufaktur dan jasa yang berawal dari keberhasilan sektor manufaktur yang dinamis yang berorientasi ekspor dan padat karya.

Pergeseran dinamis ini mulai melambat pada 1990-an dan awal 2000-an. Dalam periode terbaru, lapangan kerja terutama bergeser dari pertanian berproduktivitas rendah ke jasa berproduktivitas rendah yakni informal. Pada tingkat rendah ke manufaktur dan jasa berproduktivitas tinggi.

Bank Dunia pun telah mengidentifikasi sejumlah sektor yang berpotensi tinggi untuk menciptakan lapangan kerja dan tingkat ketahanan terhadap perkembangan global. Sektor itu antara lain agribisnis, kesehatan, infrastruktur, eneri, manufaktur dan pariwisata.

Sektor-sektor ini mencakup porsi lapangan kerja yang signifikan di negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Di seluruh negara di kawasan ini, sebagian besar sektor telah mengalami pertumbuhan baik dalam hal lapangan kerja dan produktivitas tenaga kerja selama dekade terakhir.

Realokasi Tenaga Kerja di Asia Timur dan Pasifik Belum Menguntungkan

Selain realokasi tenaga kerja antarsektor, negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik juga tidak sepenuhnya diuntungkan dari realokasi tenaga kerja dari perusahaan yang kurang produktif ke perusahaan lebih produktif. Perusahaan yang kurang produktif dalam suatu industri mengurangi lapangan kerja dan perusahaan lebih produktif justru meningkatkan lapangan kerja.

Hubungan tersebut tampaknya menguat ke arah ekstrem distribusi produktivitas perusahaan yang tertinggal dan perusahaan yang berada di garis depan.

Namun, responsivitas lapangan kerja terhadap produktivitas di kawasan Asia Timur dan Pasifik rendah dibandingkan tolok ukur di pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel. Misalnya penggandaan produktivitas di suatu perusahaan menghasilkan peningkatan lapangan kerja sebesar 3-8% di Indonesia, Filipina dan Vietnam dibandingkan peningkatan 13% di OECD.

Selain itu, dalam laporan Bank Dunia menyebutkan perusahaan-perusahaan muda (berusia lima tahun atau kurang) memainkan peran sangat besar dalam penciptaan lapangan kerja, tetapi juga menghilangan lapangan kerja. Namun, tingkat masuknya perusahaan baru telah menurun di kawasan Asia Timur dan Pasifik. “Persepsi umum adalah perusahaan kecil merupakan pendorong utama pertumbuhan lapangan kerja,” demikian seperti dikutip.

Faktanya usia perusahaan bukan ukuran yang paling penting. Di Malaysia dan Vietnam, perusahaan-perusahaan muda menyumbang 57% dari total lapangan kerja. Namun, hal itu berkontribusi 79% terhadap penciptaan lapangan kerja dan hanya 52% terhadap penghilangan lapangan kerja (keluar dari perusahaan atau perampingan).

Perusahaan Rintisan

Namun, di negara-negara Asia Timur dan Pasifik yang data tingkat perusahaannya dimiliki Bank Dunia, pangsa perusahaan muda telah menurun di semua negara kecuali Malaysia, yang mencerminkan penurunan tingkat masuknya perusahaan. Pertumbuhan perusahaan rintisan pasca-masuk relatif lambat di kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Di pasar tenaga kerja yang fleksibel seperti Amerika Serikat (AS), perusahaan-perusahaan muda mengikuti dinamika "naik-atau-keluar": perusahaan yang paling produktif berekspansi dengan cepat, sementara perusahaan yang paling tidak produktif cepat keluar.

Di AS, perusahaan rintisan yang bertahan meningkatkan lapangan kerja mereka tujuh kali lipat pada usia 30. Sebaliknya, ada perbedaan besar dalam konteks kelembagaan, keuangan, dan regulasi, perusahaan rintisan di China hanya meningkatkan lapangan kerja empat kali lipat, dan di Vietnam kurang dari dua kali lipat.

Bank Dunia juga menyoroti bukti dari beberapa negara menunjukkan keberadaan badan usaha milik negara (BUMN) di suatu sektor berkaitan dengan tingkat masuk yang lebih rendah, penciptaan lapangan kerja, dan realokasi sumber daya yang meningkatkan produktivitas. Di Vietnam, misalnya, keberadaan BUMN berkorelasi dengan tingkat masuk perusahaan yang lebih lambat.

Transformasi Struktural

Di China, Indonesia, dan Vietnam, penciptaan lapangan kerja badan usaha milik negara rata-rata 6 poin persentase lebih rendah daripada perusahaan swasta di sektor yang sama.

Di Indonesia, badan usaha milik negara cenderung menunjukkan produktivitas lebih rendah daripada perusahaan swasta di sektor manufaktur yang sama.  Keberadaan badan usaha milik negara berkaitan dengan penurunan penciptaan lapangan kerja dan produktivitas perusahaan lain di sektor tersebut.

“Proses transformasi struktural dan penciptaan lapangan kerja terkait dengan evolusi dan ukuran kelas menengah di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Pertama di Malaysia dan Thailand, dan baru-baru ini di China dan Vietnam, perpindahan penduduk dari sektor pertanian ke pekerjaan yang lebih produktif di bidang manufaktur dan jasa telah menyebabkan munculnya kelas menengah yang mencakup lebih dari 40 persen populasi,” demikian seperti dikutip.

Di sebagian besar negara lain di kawasan ini, di mana perubahan struktural berjalan lebih lambat atau melibatkan perpindahan ke pekerjaan jasa dengan produktivitas lebih rendah, lebih banyak orang berada dalam kelas rentan,di mana orang-orang berisiko jatuh ke dalam kemiskinan, dibandingkan kelas menengah.

Peluang Ekonomi

Seiring isu terkait pekerjaan di Asia Timur dan Pasifik, peluang ekonomi dan kapasitas sumber daya manusia saling bergantung, dan pekerjaan merupakan hasil dari interaksi dinamis keduanya.

Peluang saat ini bergantung pada keterampilan yang ada yang membentuk keunggulan komparatif suatu negara dan karena pola perdagangan serta kapasitas untuk mengadopsi teknologi baru.

Peluang masa depan tergantung pada investasi keterampilan saat ini yang menentukan bagaimana tenaga ahli suatu negara berkembang. “Peluang saat ini dan masa depan dipengaruhi oleh perkembangan global dalam perdagangan dan teknologi serta kebijakan perdagangan, industri dan kebijakan lainnya di suatu negara,” demikian seperti dikutip.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |