Produksi Gas Ditargetkan Naik hingga 12 BSCFD pada 2030

13 hours ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menargetkan kenaikan produksi gas bumi hingga 12 BSCFD pada 2030. Untuk mencapai target itu, Indonesia tengah menjalankan program eksplorasi komprehensif yang akan menawarkan 75 wilayah kerja minyak dan gas (migas) baru pada 2025-2027.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Laode Sulaeman, mewakili Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam forum Singapore International Energy Week (SIEW) 2025 Summit di Singapura seperti dikutip dari laman esdm.go.id, Rabu (29/10/2025).

“Kami juga mengoptimalkan produksi melalui penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery serta reaktivasi sumur dan lapangan idle bersama kontraktor dan mitra,” kata dia.

Selain peningkatan produksi, pemerintah juga memperkuat infrastruktur energi domestik antara lain pembangunan jaringan pipa gas Cirebon-Semarang dan Dumai-Sei Mangke serta pengembangan uni regasifikasi terapung (Floating Regasification Unit) untuk meningkatkan konektivitas dan menurunkan biaya logistik.

Sejalan dengan itu, Indonesia terus mempercepat transisi menuju energi bersih. Kapasitas terpasang energi terbarukan nasional saat ini telah mencapai 15 gigawatt, masih sebagian kecil dari potensi besar mencapai 3.600 gigawatt.

Upaya peningkatan terus dilakukan melalui pengembangan tenaga air, panas, bumi, surya, bioenergy serta implementasi biodiesel B40 pada 2025 dan B50 pada 2026.

“Porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional telah mencapai 16 persen, dan kami menargetkan peningkatan menjadi 36 hingga 40 persen pada 2040. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 memproyeksikan tambahan kapasitas sebesar 69 gigawatt, di mana lebih dari 60 persennya akan bersumber dari energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi,” ujar Laode.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga berkomitmen memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mempercepat transisi menuju energi bersih di kawasan Asia Tenggara.

Promosi 1

Arah Kebijakan Energi Nasional

Laode menuturkan, arah kebijakan energi nasional Indonesia berlandaskan visi Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam Asta Cita.

Visi itu menempatkan ketahanan energi dan pengembangan industri hulir sebagai pilar utama transformasi ekonomi nasional.

"Tantangan global seperti ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan dampak perubahan iklim yang semakin cepat menegaskan pentingnya ketahanan energi sebagai fondasi kemandirian nasional dan pertumbuhan berkelanjutan,” kata dia.

Dalam konteks regional, Laode menegaskan pentingnya kolaborasi ASEAN dalam memperkuat ketahanan energi kawasan. Melalui inisiatif seperti ASEAN Power Grid dan Trans-ASEAN Gas Pipeline, negara-negara anggota diharapkan dapat berbagi sumber daya, menekan biaya, dan meningkatkan ketahanan sistem energi secara kolektif.

"Masa depan ketahanan energi ASEAN akan sangat bergantung pada kemampuan kita untuk terkoneksi, berkolaborasi, dan berinovasi. Inisiatif lintas batas bukan hanya proyek infrastruktur, tetapi juga simbol kepercayaan dan solidaritas di antara negara-negara ASEAN," tutup Laode.

Melalui kolaborasi erat antarpemerintah, industri, akademisi, dan lembaga internasional seperti International Energy Agency (IEA) dan International Renewable Energy Agency (IRENA), Indonesia menegaskan komitmennya untuk membangun sistem energi yang berkelanjutan, aman, dan inklusif bagi masa depan kawasan.

Investasi Turun, Bauran Energi Bersih Indonesia Baru 13,9%

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM), Eniya Listiani Dewi mengumumkan, bauran energi bersih di Indonesia sepanjang semester I 2024 belum mencapai target. 

Menurut catatannya, bauran energi baru terbarukan (EBT) sepanjang Januari-Juni 2024 baru mencapai 13,93 persen. Itu sekitar 71,4 persen dari target bauran energi bersih dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), sebesar 19,5 persen.

"Kalau kita lihat capaian di 2024 saat ini itu di 13,93 persen. Bauran EBT kita tahun depan 2025 sekiranya bisa tercapai 23 persen sesuai dengan KEN dan sebelumnya adalah 19,5 persen," terang Eniya dalam sesi temu media di kantornya, Jakarta, Senin (9/9/2024).

Eniya menyebut rendahnya realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) ini tak lepas dari belum tercapainya target investasi di sektor energi hijau.  Sebagai perbandingan, investasi EBT di Indonesia pada 2023 lalu mencapai USD 1,48 miliar. Sementara hingga Agustus 2024, realisasinya baru mencapai kisaran USD 580 juta, atau baru memenuhi 46,8 persen dari target USD 1,23 miliar.

Indonesia Butuh Suntikan Investasi

"Pasti ada banyak pertanyaan tentang kenapanya. Itu kalau kita lihat ada investasi yang belum tercapai, lalu komitmen untuk menjalankan investasi tersebut. Termasuk, infrastruktur yang saat ini kita dorong dan saat ini kita ingin capaian yang lebih jelas lagi," imbuh Eniya.

Sebelumnya, Eniya menyampaikan, Indonesia butuh suntikan investasi dana USD 14,2 miliar dalam rangka meningkatkan kapasitas listrik dari sumber EBT.

Suntikan investasi itu diperlukan guna mendongkrak kapasitas listrik EBT menjadi 8,2 gigawatt (GW), sebagai upaya memenuhi komitmen Indonesia dalam Paris Agreement dan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

"Kita memerlukan investasi hingga tahun depan (2025) investasi hingga USD 14,2 miliar guna menaikkan kapasitas dari renewable itu hingga 8,2 gigawatt," ujar Eniya beberapa waktu lalu. 

Tawarkan Panas Bumi kepada Investor

Suplai dana ini diperlukan guna meningkatkan bauran energi terbarukan dari 13 persen menjadi setidaknya sebesar 21 persen pada 2025. Dia mengklaim bahwa peningkatan bauran EBT tahun depan perlu dana investasi yang sangat besar.

"Jadi memang perlu dana yang besar, tetapi bukan tidak mungkin," tegas Eniya.

Menurut dia, ada beberapa sumber energi terbarukan yang melimpah, mulai dari solar atau surya sebesar 3.294 GW, angin 155 GW, air 95 GW, arus laut 63 GW, BBN 57 GW, serta panas bumi sebesar 23 GW.

Khusus untuk panas bumi, mengingat perannya yang sangat besar untuk mewujudkan NZE, Eniya telah menawarkan pengembangannya kepada investor. Saat ini, sumber daya panas bumi baru termanfaatkan baru 2,6 GW dari potensi sekitar 23 GW.

"Sehingga ketersediaannya untuk dimanfaatkan masih sangat terbuka, sudah kita tawarkan ke berbagai pihak dan sekarang sudah ada yang di-develop. Ada yang masih kita tawarkan kepada investor yang berminat mengembangkan panas bumi di Indonesia," tuturnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |