Waspada, Amazon Jadi Bukti AI Mulai Memakan Pekerjaan Kerah Putih

7 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta = Amazon kembali menjadi sorotan dunia. Meski mencetak keuntungan miliaran dolar dari bisnis e-commerce dan layanan komputasi awan (cloud), perusahaan yang didirikan Jeff Bezos itu justru mengumumkan langkah mengejutkan, ribuan karyawan korporat alias pekerja kerah putih akan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dikutip dari ABC News, Senin (3/11/2025), alasan PHK bukan karena krisis ekonomi, melainkan karena kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

Dalam memo internal yang dibagikan kepada karyawan pada Selasa, Wakil Presiden Senior SDM dan Teknologi Amazon Beth Galetti menegaskan, langkah PHK merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan besar di era teknologi.

“Beberapa orang mungkin bertanya mengapa kami mengurangi peran padahal perusahaan berkinerja baik,” tulis Galetti.

“Generasi AI ini adalah teknologi paling transformatif dan memungkinkan perusahaan berinovasi jauh lebih cepat daripada sebelumnya," tambah dia. 

Efisiensi Ala AI

PHK besar-besaran ini menjadi bagian dari tren global di mana perusahaan besar menggunakan AI untuk meningkatkan efisiensi dan memangkas biaya operasional.

Namun di sisi lain, langkah tersebut memunculkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang teknologi terhadap lapangan kerja manusia.

Bagi para pakar ekonomi, keputusan Amazon menjadi “peringatan keras” bagi dunia kerja modern. “Ini adalah sinyal penting,” ujar Harry Holzer, profesor kebijakan publik di Universitas Georgetown dan mantan kepala ekonom di Departemen Tenaga Kerja AS, kepada ABC News.

“Kalau Amazon saja melakukannya, perusahaan lain mungkin akan mengikuti. AI bisa memengaruhi banyak pekerja dan bisnis dengan cara yang belum kita duga.”

Holzer menambahkan, meski AI menjanjikan efisiensi tinggi, penerapannya juga dapat menciptakan ketimpangan baru di dunia kerja. “Kita harus terus memantau dan membantu pekerja beradaptasi ketika perubahan ini terjadi,” katanya.

Siapa yang Aman, Siapa yang Terancam

Profesor Universitas Pennsylvania Lynn Wu yang meneliti dampak teknologi terhadap tenaga kerja, PHK yang dikaitkan dengan AI terutama menyasar pekerja berketerampilan menengah.

“Amazon tidak memangkas pekerja gudang. Robot belum bisa menggantikan apa yang bisa dilakukan tangan manusia,” jelas Wu.

“Yang terkena dampak justru posisi menengah seperti analis atau staf administrasi, sementara pekerja di bidang teknologi tinggi justru semakin dibutuhkan," kata dia.

Amazon memiliki sekitar 1,56 juta karyawan di seluruh dunia, dan PHK kali ini hanya memengaruhi sebagian kecil dari jumlah tersebut. Namun,

CEO Amazon Andy Jassy sudah lebih dulu mengingatkan sejak pertengahan tahun bahwa perusahaan akan merombak struktur kerja untuk menyesuaikan diri dengan penerapan AI.

Jassy mengatakan Amazon akan membutuhkan “lebih sedikit orang untuk beberapa pekerjaan yang saat ini dilakukan, namun lebih banyak orang untuk pekerjaan baru yang muncul akibat AI.”

AI Masih Belum Sepenuhnya Menguntungkan

Meskipun AI kerap digadang-gadang sebagai solusi masa depan dunia bisnis, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa manfaatnya belum sepenuhnya nyata.

Sebuah laporan dari MIT Media Lab pada Agustus lalu mengungkapkan bahwa 95 persen inisiatif AI di perusahaan belum menghasilkan keuntungan.

Studi ini meneliti lebih dari 300 perusahaan publik yang mengimplementasikan AI dan mewawancarai lebih dari 150 eksekutif.

“AI memang transformatif, tetapi kita masih berada di tahap awal,” ujar Isabella Loaiza, peneliti MIT yang mempelajari hubungan antara AI dan tenaga kerja.

“Bisa jadi peran AI dalam hilangnya pekerjaan selama ini terlalu dibesar-besarkan.”

Menurutnya, banyak perusahaan berinvestasi besar dalam AI karena dorongan tren dan ekspektasi pasar, bukan karena sudah benar-benar siap memanfaatkannya secara optimal.

Pergeseran Dunia Kerja

Meski begitu, tak dapat dipungkiri bahwa AI telah mengubah cara dunia bekerja.

Amazon, misalnya, tetap membuka lowongan baru di bidang pengembangan AI, analitik data, dan robotika, bahkan di saat melakukan PHK besar-besaran di divisi lain.

Langkah ini menunjukkan bahwa AI bukan hanya menghapus pekerjaan lama, tetapi juga menciptakan jenis pekerjaan baru yang menuntut keterampilan lebih tinggi.

Pekerja yang mampu beradaptasi dengan teknologi ini justru akan menjadi aset penting di masa depan.

“AI akan mengubah peta pekerjaan di seluruh dunia,” kata Holzer. “Yang penting sekarang adalah bagaimana kita menyiapkan tenaga kerja untuk menghadapi perubahan itu.”

Antara Peluang dan Ancaman

Bagi sebagian orang, kemajuan AI menjadi simbol efisiensi dan masa depan yang lebih canggih. Namun bagi sebagian lainnya, teknologi ini menjadi momok yang mengancam kestabilan pekerjaan.

Amazon menjadi contoh nyata bagaimana perusahaan besar berusaha menyeimbangkan antara efisiensi bisnis dan tanggung jawab sosial terhadap pekerja.

“AI adalah pedang bermata dua,” ujar Wu. “Ia bisa membawa efisiensi luar biasa, tapi juga menimbulkan ketidakpastian baru bagi pekerja di seluruh dunia.”

Seiring dengan kemajuan teknologi yang tak terbendung, banyak pihak menilai dialog antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat menjadi penting untuk memastikan transisi ke era AI tidak meninggalkan terlalu banyak korban di dunia kerja.

Kesimpulannya, langkah Amazon memanfaatkan AI sambil melakukan PHK besar-besaran menjadi sinyal kuat bahwa revolusi industri berbasis kecerdasan buatan sudah dimulai.

AI bisa menjadi sahabat baru dunia bisnis  tapi juga bisa menjadi lawan tangguh bagi mereka yang tak siap beradaptasi.

“AI bukan masa depan yang jauh,” kata Loaiza. “Ia sudah hadir di depan mata kita. Tantangannya adalah: apakah kita siap menghadapinya?”

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |