Badai PHK di AS: Benarkah karena AI Jadi atau cuma Jadi Kambing Hitam?

2 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Dunia kerja Amerika Serikat (AS) tengah dilanda badai besar, ribuan pekerja kantor kehilangan pekerjaan mereka dalam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Dari Amazon, UPS, hingga Target. lebih dari 60.000 posisi telah dihapus sepanjang tahun ini.

Pertanyaannya, apakah kecerdasan buatan (AI) benar-benar menjadi penyebab utama di balik semua ini atau cuma dijadikan alasan?

Beberapa perusahaan mengakui bahwa mereka mengganti manusia dengan teknologi karena mengaku mampu memangkas 40% tenaga kerja berkat AI.

Duolingo berhenti menggunakan kontraktor untuk pekerjaan yang kini bisa dikerjakan mesin, dan Salesforce memecat 4.000 pegawai karena AI dinilai mampu mengambil lebih dari separuh pekerjaan di sana.

Namun para ahli menilai tidak semuanya sederhana itu.

Profesor manajemen Wharton Scholl Petter Cappelli menjelaskan, banyak perusahaan melakukan AI washing atau pencucian AI dengan menyalahkan PHK pada kemajuan teknologi untuk menutupi kesalahan bisnis dan efisiensi biaya.

"AI tidak semerta merta memangkas jumlah pekerjaan seperti yang sering diklaim. Justru implementasinya mahal dan rumit," ujar cappelli dikutip dari CNBC, Rabu (5/11/2025).

Ekonomi melemah, AI Jadi Alasan populer

Data The Budget Lab Universitas Yale menuliskan lonjakan PHK ini terjadi di tengah perekonomian AS yang goyah dihantam inflasi tinggi, utang meningkat, dan suku bunga tertinggi dalam hampir satu abad.

Meski pasar saham kembali cerah karena ditopang oleh saham perusahaan berteknologi AI, kondisi lapangan kerja justru berbalik arah.

Cappelli menilai fenomena ini juga mempengaruhi efek ikutan antar perusahaan.

“Jika pesaing Anda melakukan pemangkasan, Anda akan berpikir mereka mengetahui sesuatu yang tidak Anda ketahui,” katanya.

“Investor pun menyukai pemotongan karena terlihat seperti langkah efisiensi,” tambah dia.

Dari Ekspansi ke Efisiensi

Setelah mempekerjakan besar-besaran selama pandemi, Amazon kini justru melakukan pengurangan terbesar dalam sejarahnya 14.000 karyawan dihapus hanya dalam gelombang terbaru. Sejak tahun 2022, total PHK di Amazon mencapai lebih dari 41.000 posisi.

CEO Andy Jassy menegaskan langkah itu bukan semata-mata karena AI, melainkan bagian dari upaya menjadikan Amazon “perusahaan rintisan terbesar di dunia.”“Ini soal budaya dan efisiensi,” ujarnya.

“Kami tumbuh terlalu cepat, dan sekarang tiba di titik struktur,” tutur Andy. 

Meski begitu, Amazon tetap berinvestasi besar-besaran di bidang AI dan komputasi awan dengan modal belanja mencapai USD 125 miliar tahun ini. Jassy mengakui, seiring berjalannya waktu, AI memang bisa mengubah jenis pekerjaan yang dibutuhkan perusahaan.

Otomatisasi dan Rasionalisasi

Di sektor logistik, UPS mengumumkan merumahkan 48.000 orang sepanjang tahun ini.

Perusahaan menyebut langkah tersebut bukan karena AI semata, melainkan penyesuaian terhadap penurunan volume pengiriman dan strategi untuk fokus ke bisnis bermargin tinggi seperti kesehatan dan layanan bisnis-ke-bisnis.

“Ini permintaan kami sendiri, bukan Amazon,” ujar CEO Carol Tomé, menjelaskan keputusan mengurangi ketergantungan pada pelanggan terbesarnya itu.

Meski begitu, otomatis mulai memainkan peran. Sekitar 66% volume paket UPS kini ditangani dengan fasilitas otomatis, naik dari 63% tahun lalu sebuah tren yang terus meningkat. Menurut analis, hal ini tidak serta-merta menghapus pekerjaan, melainkan memindahkannya ke sektor lain.

Terpukul Konsumen dan Kompleksitas Internal

Sementara itu, perusahaan ritel Target mengumumkan 1.800 PHK atau sekitar 8% tenaga kerja korporatnya langkah besar pertama dalam satu dekade terakhir.

CEO baru, Michael Fiddelke, menyebut keputusan itu diambil untuk “mengurangi kompleksitas” dan mempercepat pengambilan keputusan. Tidak ada penyebutan langsung tentang AI, tetapi Fiddelke mengatakan penataan itu akan membantu perusahaan “mempercepat teknologi.”

Penyebabnya bukan hanya ekonomi makro, tapi juga masalah internal. Pertumbuhan pegawai melebihi laju penjualan, stok sering kosong, dan menumpuknya birokrasi membuat Target kehilangan daya saing. Dalam setahun, tenaga kerja global naik 6%, namun penjualan justru turun hampir 1%.

Apakah AI Akan Menghapus Pekerjaan?

Para analis sepakat, AI dan otomatisasi memang akan mengubah lanskap pekerjaan namun tidak serta-merta menggantikan manusia. Jason Miller, profesor dari Michigan State University, menilai akan ada efek “realokasi pekerjaan” di mana satu sektor kehilangan pegawai, sementara sektor lain justru tumbuh.

“Jumlah pekerjaan mungkin tetap sama, tetapi jenis dan lokasinya akan berubah,” katanya.

Menurut John Challenger, CEO Challenger Gray & Christmas, gelombang PHK ini bisa menjadi pertanda. "kita memasuki zona tanpa pemanasan dan tanpa pemecatan besar- besaran, tapi tekanan di pasar tenaga kerja semakin terasa" he "pemutusan kerja ini bisa jadi awal dari bendungan yang jebol."

Sementara dunia terus beradaptasi dengan teknologi yang berkembang pesat, satu hal yang semakin jelas, AI mungkin bukan penyebab tunggal, namun sudah menjadi wajah baru dari perubahan ekonomi global.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |