Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memberantas praktik scam digital. Data terbaru menunjukkan, sejak berdirinya Indonesia Anti-Scam Center pada akhir 2024, lembaga ini menerima rata-rata 800 laporan penipuan setiap hari.
Ketua OJK Mahendra Siregar, mengatakan angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding Singapura yang mencatat 140 laporan per hari dan Malaysia dengan 130 laporan.
"Jumlah laporan yang diterima oleh Anti-Scam Center Indonesia ini mencapai 800 laporan per hari Jauh lebih tinggi dibanding Singapura 140 dan Malaysia 130 laporan, dan itu pun menyadari bahwa Anti-Scam Center ini baru berusia 10 bulan," kata Mahendra dalam acara Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal, di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Mahendra menilai lonjakan laporan ini mencerminkan betapa kompleks dan masifnya modus penipuan digital yang tengah berkembang di tanah air.
Dia menilai, tingginya angka laporan penipuan juga mencerminkan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk melapor. Namun di sisi lain, hal ini menjadi tanda masih banyak masyarakat yang menjadi target penipuan.
"Besaran tadi itu menggambarkan bahwa ancaman scam bukan sekedar masalah individu lagi melainkan ancaman sistemik terhadap kepercayaan publik pada industri jasa keuangan dan pada regulator serta kepada para penegak hukum," ujarnya.
Kerugian Mencapai Triliunan Rupiah
Sejak Januari hingga Juli 2025, Satgas Pasti telah menutup 1.840 entitas ilegal. Dari jumlah tersebut, 1.556 merupakan pinjaman online ilegal, sementara 280 lainnya berbentuk investasi bodong. Penindakan ini dilakukan untuk mencegah kerugian masyarakat yang semakin besar.
Data dari Anti-Scam Center menyebutkan, hingga pertengahan Agustus 2025 potensi kerugian masyarakat akibat penipuan keuangan mencapai Rp4,6 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp349,3 miliar berhasil diselamatkan berkat pemblokiran 71 ribu rekening terkait.
"Hingga 17 Agustus 2025, Indonesia Anti-Scam Center menerima 225 ribu laporan dari masyarakat dengan 71 ribu rekening terblokir dan potensi kerugian Rp4,6 triliun, di mana Rp 349,3 miliar berhasil diselamatkan," ujarnya.
Butuh Sinergi dan Literasi
Menghadapi situasi tersebut, OJK menegaskan pentingnya kolaborasi lintas otoritas. Penanganan scam tidak bisa dilakukan satu lembaga saja, tetapi harus melibatkan kepolisian, kementerian, hingga lembaga perbankan.
Dengan begitu, penindakan dan pencegahan dapat berjalan lebih efektif. Selain itu, langkah literasi dan edukasi masyarakat juga harus diperkuat. Menurut Mahendra, banyak korban yang terjebak scam karena minimnya pemahaman mengenai produk keuangan digital dan modus penipuan.
"Berbagai scam yang makin marak dengan modus yang semakin canggih lintas platform dan menyasar seluruh lapisan masyarakat Maka tentu langkah bersama, sinergi, dan kolaborasi kita menjadi semakin diperlukan," pungkasnya.
Rp 4,6 Triliun Raib Akibat Scam, RI Darurat Penipuan Keuangan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sejak Indonesia Anti-Scam Center (IASC) berdiri pada November tahun lalu, total kerugian yang dilaporkan masyarakat sudah menembus Rp4,6 triliun. Angka ini tercatat hanya dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyebutkan jumlah tersebut jauh melampaui perkiraan awal.
"Kita bikin studi, 3 semester atau 1,5 tahun itu angka kerugian dilaporkan sekitar Rp 2 triliun. Tapi ternyata baru 8 bulan, mungkin sekarang 10 bulan dari sejak didirikan, angka kerugian masyarakat sudah Rp 4,6 triliun rupiah, ini besar sekali," kata Friferica dalam acara Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal, di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Alarm Keras
Menurut Friderica, fenomena ini menjadi alarm keras bahwa kejahatan digital di sektor keuangan semakin sistematis dan masif. Scam kini tidak hanya menjerat masyarakat dengan pendidikan rendah, tetapi juga menyasar kalangan profesional, bahkan pejabat.
"Jadi, masyarakat kita sudah menggunakan digitalisasi, tetapi mereka secara digital financial literasinya masih belum cukup tinggi. Jadi itu yang harus terus kita dorong, supaya kita bagaimana membantu masyarakat ya, supaya mereka sudah menggunakan keuangan digital, jangan sampai mereka menjadi korban," jelasnya.