Liputan6.com, Jakarta - President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menyampaikan bahwa perusahaan melakukan penyesuaian operasional di sejumlah SPBU akibat keterbatasan pasokan BBM jenis bensin.
“Kami melakukan penyesuaian kegiatan operasional di jaringan SPBU Shell selama produk BBM jenis bensin tidak tersedia secara lengkap,” ujar Ingrid dikutip dari Antara, Selasa (16/9/2025).
Penyesuaian tersebut meliputi perubahan jam kerja, pengurangan jumlah hari operasional, hingga merumahkan sebagian karyawan. Langkah ini diambil menyusul kabar adanya SPBU Shell yang tidak beroperasi penuh.
Meski demikian, Ingrid menegaskan SPBU Shell tetap melayani masyarakat dengan produk yang masih tersedia, seperti Shell V-Power Diesel, serta layanan Shell Recharge, bengkel, Shell Select, dan pelumas Shell. Adapun produk bensin seperti Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+ belum tersedia di beberapa jaringan SPBU hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Shell Indonesia menyatakan terus berupaya menjaga kelancaran distribusi dengan berkoordinasi bersama para pemangku kepentingan agar pasokan bensin bisa kembali normal.
“Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk memastikan produk BBM jenis bensin dapat tersedia kembali,” jelas Ingrid.
Kelangkaan BBM di SPBU swasta sendiri sudah berlangsung sejak Agustus 2025. Kementerian ESDM menegaskan hal itu terjadi karena pengelola SPBU swasta tidak mendapat kuota impor tambahan.
Tak Ada Impor BBM Tambahan untuk Shell, BP, dan Vivo Meski Stok Kosong
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak ada tambahan impor bahan bakar minyak (BBM) untuk pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, seperti Shell, BP, dan Vivo.
“Tidak ada. Sinkronisasi (impor) dengan Pertamina,” ucap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman, dikutip dari Antara, Selasa (9/9/2025).
Arahan tersebut ia sampaikan dalam rapat bersama Shell, BP AKR, dan Vivo selaku pengelola SPBU swasta. Laode meminta kepada Shell, BP AKR, dan Vivo untuk menyerap impor BBM dari Pertamina, sebagaimana arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Laode pun memastikan terdapat sinkronisasi standar kualitas BBM, sebagaimana yang telah termaktub dalam regulasi yang dikeluarkan oleh Ditjen Migas terkait spesifikasi BBM.
“Jadi, ini (kualitas) sudah diatur, harusnya tidak ada isu dengan spesifikasinya,” kata Laode.
Ia juga menjelaskan bahwasanya pemerintah sudah memberi tambahan impor BBM bagi pengelola SPBU swasta sebesar 10 persen dari impor tahun lalu.
“Dan diharapkan badan usaha swasta bisa memanfaatkan kelebihan volume ini untuk mendistribusikan BBM gasoline-nya, bensinnya,” tuturnya.
Akan tetapi, pada 2025 justru terjadi perubahan dinamika pasar, dari masyarakat yang biasa membeli BBM bersubsidi seperti Pertalite, kini beralih ke BBM nonsubsidi.
Lonjakan Pembeli BBM
Dinamika pasar tersebutlah yang diyakini oleh Laode menjadi penyebab melonjaknya peminat BBM yang dijual oleh SPBU swasta.
“Sebenarnya ini dinamika konsumsi saja, yang tadinya banyak pengguna RON 90 (Pertalite), shifting (berpindah) ke RON lain,” kata Laode.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memanggil Pertamina, Shell, British Petroleum (BP), dan Vivo untuk rapat membahas impor bahan bakar minyak (BBM), merespons kelangkaan bensin di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (BBM) swasta.
Ia menyampaikan bahwa ini merupakan kali pertamanya menggelar rapat bersama seluruh SPBU swasta dan Pertamina untuk membahas impor BBM.
Sebagaimana yang dimandatkan oleh Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, Laode ingin menyesuaikan impor BBM antara Pertamina dan BBM swasta.
“Jadi, volume, kemudian spek juga disinkronkan,” kata Laode.