Liputan6.com, Jakarta - Pengamat mata uang & komoditas Ibrahim Assuaibi, mencatat perdagangan pada Kamis sore, 19 Agustus 2025, nilai tukar rupiah ditutup melemah 47 poin terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya rupiah sempat melemah terhadap dolar AS 55 poin di level 16.245 dari penutupan sebelumnya pada posisi 16.198.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.240 – Rp 16.300," kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor eksternal fokus pasar tertuju pada Presiden AS Donald Trump menjamu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Gedung Putih pada Senin, didampingi oleh para pemimpin dari negara-negara besar Eropa, dalam sebuah pertemuan puncak berisiko tinggi yang bertujuan untuk merintis jalan menuju berakhirnya perang Rusia di Ukraina.
Kemudian pernyataan Presiden Donald Trump yang berjanji AS akan membantu menjamin keamanan Ukraina sebagai bagian dari penyelesaian damai apa pun, meskipun ia tidak merinci bentuk atau cakupan jaminan tersebut.
Zelenskiy menyambut baik pengumuman tersebut sebagai "sebuah langkah maju yang besar." Trump mengatakan Putin dan Zelenskiy akan bertemu.
Sentimen Global
Trump mengatakan telah mulai mengatur pertemuan antara Volodymyr Zelenskiy dari Ukraina dan Vladimir Putin dari Rusia dan mengusulkan diskusi tiga arah berikutnya, menjaga harapan tetap hidup untuk jalur menuju negosiasi.
Para pemimpin Eropa di Washington mendesak gencatan senjata terlebih dahulu, sementara Trump mengisyaratkan dukungan untuk jaminan keamanan yang dipimpin Eropa bagi Kyiv.
Tarif Dagang
Selanjutnya, pasar mencari kejelasan tentang tarif sekunder 25% Trump terhadap India. Pasar juga khawatir tentang tarif tambahan 25% AS yang dikenakan kepada India atas pembelian minyak Rusia, yang akan berlaku efektif pada 27 Agustus.
Penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, secara eksplisit memperingatkan bahwa India harus menghentikan perdagangan minyak Rusia atau menghadapi konsekuensi lebih lanjut.
"Fokus pasar minggu ini adalah risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang akan dirilis pada hari Rabu dan pidato Ketua Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole pada hari Jumat, yang keduanya dapat memberikan petunjuk baru tentang prospek kebijakan moneter The Fed," ujarnya.
Faktor Internal
Pemerintah berencana menarik utang baru senilai Rp 781,87 triliun pada 2026. Hal ini terungkap dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026. Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 781,868 miliar yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman.
Adapun, pembiayaan utang berasal dari SBN a.l. Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara. Sementara itu, pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Pemerintah mengklaim pengelolaan utang dipastikan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, mengutamakan pembiayaan inovatif dan berkelanjutan.
Dalam RAPBN 2026, pembiayaan utang dari SBN mencapai Rp 749,19 triliun atau naik jika dibandingkan outlook 2025. Kemudian, pembiayaan pinjaman (neto) pada 2026 direncanakan sebesar Rp 32,67 triliun atau turun 74,9% dibandingkan outlook 2025.
Pinjaman Neto
Pinjaman neto tersebut akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri neto sebesar negatif Rp 6.535,5 miliar (Rp 6,53 triliun) dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp 39.210,6 miliar (Rp 39,21 triliun).
Kemudian hari ini akan digelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan memberikan asesmen terhadap kondisi perekonomian global serta domestik, termasuk setelah data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 mengejutkan pasar dengan capaian laju PDB 5,12%.
"Konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg memperkirakan, BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level saat ini yaitu 5,25%," pungkasnya.