Suhu Ekstrem hingga Erosi jadi Tantangan Industri Pertambangan dan Migas

2 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Henkel mendukung industri pertambangan serta minyak dan gas (migas) lewat teknologi maintenance, repair, and overhaul (MRO) yang komprehensif.

Country Business Head Indonesia, General Manufacturing and Maintenance, Adhesive Technologies Henkel, Jimmy Purnama mengatakan, teknologi MRO mampu perpanjangan umur aset tambang dan migas, selaras dengan efisiensi industri berkelanjutan

Teknologi MRO solusi Loctite dirancang untuk menghadapi tantangan berat industri, mulai dari suhu ekstrem, erosi, abrasi, hingga benturan kuat serta membantu perusahaan mencapai konsep zero unplanned downtime.

"Dengan pendekatan ini, kami ingin mendukung perusahaan tambang dan migas mengurangi potensi kerugian akibat berhentinya produksi, sekaligus menjaga keselamatan kerja dan keandalan operasional," katanya, Rabu (17/9/2025).

Lewat teknologi MRO, aset industri seperti pipa proses, pipa transmisi, tangki dan aset lain yang telah terdegradasi akibat korosi dapat kembali beroperasi dalam hitungan jam dan aman bagi pekerja.

Solusi Loctite tidak hanya memperpanjang usia aset dan meningkatkan produktivitas, tetapi juga berkontribusi pada efisiensi energi dan pengurangan limbah, sejalan dengan komitmen global Henkel menuju net zero 2045.

"Hal ini sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam mendorong efisiensi industri dan transisi menuju operasi yang lebih berkelanjutan," tutup dia.

Pertambangan Masa Depan: ESG Sebagai Nafas Baru Harita Nickel

Di tengah isu global tentang dampak keberadaan industri ekstraktif, komitmen pengelolaan industri berkelanjutan menjadi keharusan. Beberapa tahun terakhir, ESG yang merupakan singkatan dari Environmental, Social, dan Governance (ESG) tak sekedar jargon tapi menjadi kompas moral dan strategi bisnis yang kini menjadi syarat utama keberlangsungan industri di dunia termasuk Indonesia, seperti pada pertambangan.

Sejak lama, industri pertambangan dikenal sebagai sektor yang “membuka perut bumi” demi produksi. Namun kini paradigma kemudian bergeser. Perusahaan saat ini dinilai bukan hanya dari seberapa besar mengeruk hasil tambang, tapi juga seberapa bertanggung jawab prosesnya terhadap lingkungan.

Di ujung timur Indonesia, di Pulau Obi, Maluku Utara, upaya menambang dengan cara yang bertanggung jawab tengah berlangsung. Dilakukan produsen nikel Harita Group. Pertambangan terintegrasi di Indonesia bagian Timur ini menjadi salah satu bukti komitmen pemerintah untuk mendorong hilirisasi khususnya komoditas nikel, sejak UU Mineral dan Batubara tahun 2009 melarang ekspor bahan mentah.

Indonesia sendiri dikenal sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Bahkan, pada 2020, pemerintah memutuskan Pulau Obi sebagai proyek strategis nasional (PSN) untuk pengembangan pertambangan nikel di Indonesia.

Pemain Utama Nikel Dunia

Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hendra Gunawan, mengungkapkan posisi Indonesia hingga kini merupakan sebagai pemain utama Nikel dunia karena tercatat 5,3 miliar ton ore cadangannya yang bisa diproduksikan, serta mencapai 18,5 miliar ton ore sumber daya tersebar utamanya di timur indonesia.

“Ini peluang dan tantangan dalam upaya transisi energi,” ujar Hendra dalam satu diskusi.

Dalam rangka mendukung transisi energi, konsep pertambangan hijau merupakan suatu keniscayaan yang harus dijalankan sesuai dengan kerangka ESG. Sejalan hal tersebut, undang-undang pertambangan beserta peraturan turunnya terus mendukung dan mendorong pertambangan standar ESG sebagai landasan bagi praktik pertambangan hijau.

Melalui anak usahanya Harita Nickel, Harita Group perlahan tapi pasti memantapkan diri pada penambangan berkelanjutan. Community Affairs General Manager Harita Nickel, Dindin Makinudin, menyatakan prinsip-prinsip ESG diterapkan Harita secara optimal dalam kegiatan operasional. Dengan tujuan agar keberadaan sumber daya alam bisa dirasakan masyarakat. Serta kondisi lingkungan tetap terjaga.

Selan itu, industri jasa keuangan terutama investor dan perbankan mula menyoroti investasi yang mereka gelontorkan di satu perusahaan menjamin keamanan dan memberikan kinerja yang lebih baik.

“ESG kini jadi pertimbangan dalam keputusan berinvestasi,” ungkap Dindin.

Beberapa waktu lalu, Liputan6.com berkesempatan melihat langsung pelaksanaan ESG di Harita Nikel di Pulau Obi. Mulai dari upaya reklamasi areal tambang, pengelolaan lingkungan melalui Sediment Pond (kolam pengendapan), penilaian independen pihak ketiga terkait audit Pertambangan yang Bertanggung Jawab, bertajuk Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA). Hingga, pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |