Liputan6.com, Jakarta Perkembangan investasi hulu migas nasional sejalan dengan global yang sedang berada dalam tren positif. Keputusan Presiden AS Donald Trump yang keluar dari Paris Agreement dan secara tegas menyampaikan akan tetap memproduksikan dan menggunakan energi fosil terutama migas, menjadi salah satu faktor penyebab investasi hulu migas global berada dalam tren positif. Realisasi investasi hulu migas global tercatat meningkat dari 468 miliar USD pada 2020 menjadi 593 miliar USD pada 2024.
Sementara di nasional, Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan realisasi investasi hulu migas meningkat sebesar 28,60 % sampai dengan semester 1 2025 dibandingkan pada periode yang sama 2024. Realisasi investasi hulu migas meningkat dari 5,59 miliar USD pada semester 1 2024 menjadi 7,19 miliar USD pada semester 1 2025.
Meskipun telah berada pada tren positif, laporan IHS Markit (S&P Global) 2025 menempatkan posisi attractiveness iklim investasi hulu migas Indonesia di Asia Pasifik berada pada peringkat 9 dari 14 negara.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, mengatakan mencermati iklim investasi hulu migas nasional yang sedang dalam tren positif dan bahwa penyebab utama attractiveness rating iklim investasi hulu migas yang belum meningkat signifikan adalah akibat aspek legal & contractual, ReforMiner menilai penting agar proses revisi UU Migas yang sedang bergulir di DPR untuk segera diselesaikan.
“Revisi UU Migas secara prinsip perlu mengatur dan memuat setidaknya tiga elemen fundamental yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas sistem Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC),” ujar Komaidi di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Ketiga elemen tersebut hilang dari kerangka pengaturan dalam Undang-Undang Migas No. 22/2001, karena tidak lagi mengatur penerapan prinsip assume and discharge di dalam hal perpajakan Kontrak Kerja Sama, penerapan prinsip pemisahan urusan administrasi dan keuangan Kontrak Kerja Sama dengan urusan pemerintahan dan keuangan negara (state finance), dan penerapan prinsip single door bureaucracy/single institution model yang mengurus hal administrasi/birokrasi/perizinan Kontrak Kerja Sama
Menurut Komaidi, dalam aspek legal, penyelesaian revisi UU Migas No.22/2001 penting untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah membatalkan sejumlah ketentuan UU Migas No.22/2001 melalui (1) Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 (21 Desember 2004), (2) Putusan Mk No. 20/PUU-V/2007 (13 Desember 2007), dan (3) Putusan MK No.36/PUU-X/2012 (13 November 2012).
“Revisi juga penting untuk mengakomodasi perkembangan dan dinamika industri hulu migas yang memerlukan tambahan pengaturan seperti (1) pengaturan mengenai pengalihan komitmen pasti, (2) Pengaturan mengenai mekanisme konsolidasi biaya untuk tujuan pengurangan pajak, (3) Pengaturan mengenai manajemen emisi CO2 (CCS/CCUS), dan (4) Pembentukan Petroleum Fund,” kata Komaidi