Respons Menkeu Purbaya Soal Isu China akan Hancur: Saya Enggak Percaya

7 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak terkait potensi krisis ekonomi di China

Ia menilai, meskipun ada tanda-tanda perlambatan, perekonomian Negeri Tirai Bambu menurutnya masih cukup kuat dan memiliki instrumen yang efektif untuk mendorong pertumbuhan.

"Saya termasuk yang nggak percaya kalo china jatuh dalam waktu dekat, bahkan kemarin saat gonjang-ganjing mereka injek uang perekonomian ratusan miliar dolar, jadi keliatannya mereka masih akan bagus," kata Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Jakarta, ditulis Selasa (4/11/2025).

Menurut Purbaya, sistem ekonomi China yang berlandaskan pada kontrol pemerintah terhadap devisa dan suku bunga justru mempermudah mereka memberikan stimulus ke sektor riil saat diperlukan.

Hal ini terbukti ketika pemerintah China menyuntikkan dana ratusan miliar dolar ke perekonomian saat terjadi gejolak pasar. Ia menilai langkah-langkah tersebut menunjukkan kecerdasan kebijakan ekonomi China dalam menjaga stabilitas.

"Satu lagi China, dikhawatirkan juga, China akan hancur, mereka negara Komunis, devisa ditangan mereka bunga ditangan Pemerintah, jadi gampang saja kalau mau kasih stimulus ke perekonomian, dan selama ini indikasinya jelas mereka cukup pandai," ujarnya.

Pertumbuhan Dunia Diprediksi Tetap Positif

Selain membahas China, Purbaya juga menyoroti kondisi ekonomi global yang dinilainya tidak seburuk prediksi banyak pihak.

Ia menyebut, berdasarkan proyeksi Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi global pada 2025 diperkirakan mencapai 2,3 persen dan bahkan bisa meningkat menjadi 2,4 persen pada tahun berikutnya.

"Ini global ternyata nggak sejelek yang diperkirakan banyak orang, World Bank prediksinya 2025 masih tumbuh 2,3 persen tahun depan akan lebih baik 2,4 persen dan keliatannya likuiditas di pasar global juga lebih longgar," ujarnya.

Likuiditas di Pasar Global Cenderung Longgar

Purbaya menambahkan bahwa likuiditas di pasar global kini cenderung lebih longgar, memberikan ruang bagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter.

Di AS sendiri, meskipun suku bunga sempat tinggi, masih tersedia ruang untuk menurunkannya guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, potensi pertumbuhan ekonomi AS masih cukup kuat di kisaran 2–3 persen, dan jika tumbuh di atas angka tersebut, ekonomi akan cenderung “kepanasan”. Artinya, ruang kebijakan untuk mengatur laju pertumbuhan masih cukup luas.

"Kalo saya sih liat gampang di AS sendiri, pada waktu dia katanya mau hancur-hancur, bunganya tinggi di sana, ruang bagi dia untuk mendorong perekonomian masih terbuka lebar tinggal dia turunkan bunga, ekonominya pasti rebound tinggal dia kapan mau dorong dan maju pertumbuhan ekonomi nya disekitar potensinya 2-3 persen. Jadi, kalo mereka bukan 6 persen tapi 2-3 persen sudah di atas itu pasti ekonomi nya kepanasan," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |