Beban Tarif Trump Mulai Dialihkan ke Konsumen

4 weeks ago 28

Liputan6.com, Jakarta - Biaya produksi dan manufaktur Amerika Serikat (AS) melonjak tajam pada Juli, menunjukkan potensi kenaikan harga-harga barang yang akan segera dirasakan konsumen AS.

Dilansir dari laman CNN pada, Senin (18/8/2025), menurut Biro Statistik Tenaga Kerja, data terbaru menunjukkan inflasi di tingkat produsen meningkat dengan laju bulanan tercepat sejak Juni 2022. Indeks Harga Produsen (PPI), yang mengukur rata-rata perubahan harga yang dibayar kepada produsen, naik 0,9 persen dibanding Juni dan mendorong laju tahunan ke 3,3 persen.

PPI kerap dianggap sebagai indikator awal, untuk harga yang kemungkinan akan dihadapi konsumen dalam beberapa bulan mendatang.

“Produsen mulai merasakan tekanan inflasi. Tinggal menunggu waktu sebelum biaya yang lebih tinggi, terutama terkait tarif, dialihkan kepada konsumen yang sudah lelah menghadapi inflasi," tulis Kepala Ekonom FwdBonds Chris Rupkey, pada Kamis, 14 Agustus 2025.

Hasil yang dirilis Kamis ini jauh melampaui perkiraan ekonom yang memperkirakan kenaikan hanya 0,2 persen secara bulanan dan 2,4 persen secara tahunan.

Menurut Ekonom dari Boston College Brian Bethune, karena PPI hanya mencakup produksi domestik barang dan jasa serta tidak memasukkan impor, potensi dampaknya terhadap inflasi konsumen bisa jadi masih lebih besar dari yang terlihat.

Lonjakan PPI Bukan Hal Menyenangkan

Awal pekan ini, data Consumer Price Index (CPI) pada Juli menunjukkan penurunan harga bensin yang mampu menahan laju kenaikan harga konsumen secara keseluruhan. Namun, barang-barang yang sensitif terhadap tarif justru terus mengalami kenaikan harga.

Kebalikannya, data Producer Price Index (PPI) yang dirilis Kamis lalu memperlihatkan lonjakan tajam.

“Kenaikan besar PPI pagi ini menunjukkan inflasi masih mengalir di seluruh perekonomian, meski konsumen belum sepenuhnya merasakannya. Melihat betapa jinaknya angka CPI pada Selasa lalu, lonjakan PPI ini jadi kejutan yang tidak menyenangkan dan kemungkinan akan meredam optimisme soal ‘kepastian’ pemangkasan suku bunga bulan depan,” ujar Chris Zaccarelli, Chief Investment Officer Northlight Asset Management.

Sebagai dampaknya, para pelaku pasar memangkas taruhan mereka Federal Reserve akan menurunkan suku bunga acuannya pada pertemuan September. Jika makanan dan energi dikeluarkan, core PPI juga melesat 0,9 persen, sehingga laju tahunan mencapai 3,7 persen, yang merupakan level tertinggi sejak Maret.

Lonjakan Harga Pangan

Data Producer Price Index (PPI) biasanya lebih bergejolak dibanding Consumer Price Index (CPI), ditambah lagi data ekonomi bulanan pada dasarnya memang cenderung fluktuatif.

Meski begitu, pergeseran pada kategori tertentu di PPI kini diawasi ketat untuk melihat bagaimana tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump memengaruhi rantai produksi.

“Kekhawatiran terhadap PPI selalu sama, yaitu bisa menjadi pertanda awal inflasi di masa depan; dan dalam konteks itu, laporan kali ini bukan kabar baik,” ujar Profesor ekonomi di University of St. Thomas, Minnesota, Tyler Schipper.

Lonjakan bulanan yang lebih tinggi dari perkiraan sebagian besar dipicu sektor jasa bukan di barang, terutama kenaikan tajam 4,5 persen pada harga peralatan modal yang dibeli.

“Area yang menjadi target tarif, yaitu barang industri, kini tekanannya mulai merembet ke sektor jasa. Kenaikan di sektor jasa ini semuanya mengindikasikan adanya tekanan inflasi yang sedang bergerak dalam rantai produksi,” kata Joe Brusuelas, kepala ekonom di RSM US, dalam wawancara telepon.

Tarif Mendorong Kenaikan Harga Antarperusahaan

Sementara di sisi barang, harga pangan menjadi penyumbang terbesar kenaikan sebesar 0,7 persen secara bulanan. Produk pertanian mentah melonjak 12,8 persen dari Juni, khusus untuk sayuran segar dan kering, yang lonjakannya mencapai 38,9 persen, kenaikan bulanan tertinggi sejak Maret 2022.

“Itu dengan jelas menunjukkan kepada saya bahwa tarif yang dikenakan pada impor pertanian dari Meksiko kini mulai berimbas kembali," ujar Joe Brusuelas.

Menurut Kepala Ekonom Comerica Bank Bill Adams, dalam catatan untuk investor pada Kamis, 14 Agustus 2025 mengungkapkan, tarif mendorong kenaikan harga antarperusahaan yang pada akhirnya bisa membebani konsumen, sehingga menjadi faktor tambahan yang melemahkan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

Meski begitu, Adams menekankan data inflasi yang lebih panas dari perkiraan bukanlah fokus utama, karena kondisi pasar tenaga kerja justru lebih menentukan.

Laporan ketenagakerjaan pada Juli mencatat kejutan besar, sekitar 73.000 pekerjaan baru tercipta, tetapi pertumbuhan pekerjaan dua bulan sebelumnya direvisi turun secara signifikan. Tingkat pengangguran sendiri relatif stabil selama setahun terakhir, sebagian karena jumlah pekerja di angkatan kerja menurun.

PPI Termasuk Indikator Bulanan yang Penting

Adams menjelaskan, kebijakan imigrasi yang lebih ketat telah mengurangi jumlah tenaga kerja kelahiran asing, sementara laju pensiun dan pekerja lansia yang keluar dari pasar tenaga kerja akibat disabilitas juga meningkat. Hal ini memperlambat pertumbuhan angkatan kerja sehingga sejalan dengan pertumbuhan permintaan tenaga kerja.

"Kita harus melihat kekuatan mana yang akan lebih dominan dalam laporan ketenagakerjaan Agustus, yang akan dirilis pada 5 September,” tulisnya.

Indeks Harga Produsen (PPI) termasuk salah satu indikator bulanan penting untuk menilai kondisi dan arah ekonomi AS. Namun, laporan kali ini muncul di tengah situasi internal yang tidak stabil di lembaga penyusun data, Bureau of Labor Statistics (BLS).

Setelah laporan ketenagakerjaan Juli dinilai lesu dengan revisi yang lebih besar dari biasanya, Presiden Trump memecat komisaris BLS dan tanpa dasar menuduh data tersebut direkayasa. Awal pekan ini, Trump kemudian menominasikan E.J. Antoni, ekonom dari lembaga konservatif Heritage Foundation, untuk memimpin BLS.

Kepemimpinan di Lembaga Penyusun Data

Antoni menuai kritik dari kalangan ekonom dan organisasi yang sangat bergantung pada data resmi. Kontroversi sempat muncul setelah komentarnya dipublikasikan, di mana ia mempertimbangkan untuk menghentikan sementara rilis laporan ketenagakerjaan bulanan demi menyesuaikan metodologi.

Meski begitu, rekan sesama ekonom Heritage, Stephen Moore, mengatakan kepada CNN Antoni tetap akan menerbitkan laporan bulanan jika dikonfirmasi menduduki jabatan tersebut.

Selain persoalan kepemimpinan yang belum pasti, BLS juga menjadi salah satu dari lembaga yang menghadapi pemangkasan anggaran dan tenaga kerja di bawah pemerintahan Trump. Dengan alasan keterbatasan sumber daya, BLS mengurangi pengumpulan data dalam laporan CPI dan, mulai PPI bulan Juli, berhenti menghitung 350 indeks.

“Indeks yang dihentikan jumlahnya kurang dari 1 persen dari PPI. Penghapusannya hanya akan berdampak minimal pada akurasi indeks permintaan akhir PPI. BLS menghentikan serangkaian data ketika sudah tidak bisa lagi didukung dengan sumber daya yang ada.” kata Scott Sager, juru bicara PPI dan BLS, kepada CNN melalui email.

Pemangkasan ini terjadi justru di saat para ekonom, mantan pejabat BLS, ahli statistik, dan akademisi lainnya mendesak Kongres agar lembaga statistik AS mendapat lebih banyak, bukan lebih sedikit, pendanaan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |