Liputan6.com, Jakarta - Bupati Pati Sadewo tengah menjadi sorotan dan menjadi perhatian warganet di media sosial. Hal ini setelah keputusan Sadewo menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% pada 18 Mei 2025.
Bupati Sudewo menuturkan, penyesuaian tarif PBB-P2 sebesar 250% seiring tarif tersebut belum mengalami kenaikan selama 14 tahun. Dengan kenaikan tarif itu bertujuan untuk mendongkrak pendapatan daerah sehingga mendukung berbagai pembangunan infrastruktur dan pelayanan public.
Bupati Pati Sudewo mengatakan, penerimaan PBB Kabupaten Pati hanya sebesar Rp 29 miliar. Nilai penerimaan PBB itu lebih rendah dibandingkan Kabupaten Jepara sebesar Rp 75 miliar, Kabupaten Rembang dan Kudus sebesar Rp 50 miliar. Demikian mengutip dari laman humas.patikab.go.id, Rabu (6/8/2025).
Seiring ada penyesuaian PBB-P2, menarik untuk diketahui apa itu PBB-P2?
PBB-P2 merupakan pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha Perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Mengutip laman Ortax.org, pengelolaan PBB-P2 ini telah mengalami penyesuaian melakui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang menggantikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
Melalui UU Nomor 28 Tahun 2009 tersebut kepala daerah memiliki wewenang lebih besar dalam mengatur pajak daerah dan retribusi daerah, meningkatkan akuntabilitas dalam penyediaan layanan dan pemerintahan, memperkuat otonomi daerah serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dunia. PBB-P2 ini yang dilimpahkan hak pengeloaannya kepada pemerintah kabupaten/kota.
Mengenal PBB-P2
Dalam UU HKPD itu, PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.
Adapun bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi.
Berdasarkan pasal 38 yang dikecualikan dari objek PBB-P2 antara lain:
a.Bumi dan/atau Bangunan kantor Pemerintah, kantor Pemerintahan Daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
b.Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c.Bumi dan/atau Bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
d.Bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
e.Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
f.Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
g.Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis;
h.Bumi dan/atau Bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dani.Bumi dan/atau Bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh Pemerintah.
Subjek Pajak PBB-P2
Berdasarkan pasal 39 ayat 1, subjek pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu ha katas bumi dan/bangunan memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Ayat 2 menyebutkan wajib pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Dasar pengenaan PBB-P2 ini adalah nilai jual objek pajak (NJOP).Demikian disebutkan dalam pasal 40 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Menurut ayat 2, NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilai PBB-P2. Selain itu, ayat 3 menyebutkan, NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 10 juta untuk setiap wajib pajak.
"Dalam hal wajib pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak,” demikian seperti dikutip dari ayat 4.
Selanjutnya NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 3, demikian mengutip dari ayat 5.
Ayat 6 menyebutkan, NJOP ditetapkan setiap tiga tahun kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
Kemudian ayat 7 menyebutkan besaran NJOP ditetapkan oleh kepala daerah.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat dua diatur dengan Peraturan Menteri,” demikian seperti dikutip dari ayat 8