Kementerian ESDM Terima Rp 35 Triliun Dana Jaminan Reklamasi

1 month ago 43

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil mengumpulkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang dari perusahaan mineral dan batu bara (minerba) yang mencapai Rp 30 triliun hingga Rp 35 triliun. Dana tersebut ditempatkan di bank-bank pemerintah sebagai jaminan untuk pemulihan lingkungan pasca-operasi tambang.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan, saat ini kepatuhan perusahaan terkait jaminan ini sudah meningkat tajam, dari 39% menjadi sekitar 72%. Hal ini merupakan hasil dari upaya pemerintah untuk menegakkan aturan.

Pemerintah juga memberikan kesempatan kepada 190 perusahaan tambang yang sebelumnya izinnya ditangguhkan untuk kembali beraktivitas. Syaratnya adalah mereka harus segera membayarkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang sebagai bukti ketaatan.

“Ketika perusahaan itu (yang ditangguhkan) sudah melakukan pembayaran, kemudian melapor ke kami, kami akan buka kembali (izinnya)," jelas dia dikutip dari Antara, Kamis (25/9/2025).

Hal ini menunjukkan bahwa jaminan reklamasi dan pascatambang bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan indikator utama dari tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab.

Sebelumnya, penangguhan izin ini merupakan hasil dari evaluasi menyeluruh oleh Direktorat Jenderal Minerba. Sanksi diberikan setelah perusahaan-perusahaan tersebut tidak menindaklanjuti tiga kali surat teguran dari pemerintah.

Selama sanksi berlaku, perusahaan pemegang IUP tetap diwajibkan untuk melakukan pengelolaan dan pemeliharaan di wilayah pertambangan mereka.

Menengok Areal Reklamasi Tambang Harita Nickel di Pulau Obi

Deru truk kendaraan pengangkut material, tampak hilir mudik sibuk mengangkut bahan galian tambang garapan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku pada Kamis siang (12/6/2025).

Ternyata di tengah kesibukan penambangan, di lokasi berjuluk "Point View Anjungan Himalaya," tampak deretan pohon cemara laut, kayu putih, ketapang, kayu nani, hingga gofasa tampak menjulang tertanam subur. Anggrek tanah menambah warna kehijauan dedaunan pohon.

 Lokasi ini dulunya juga merupakan lokasi galian tambang. Namun kegiatan reklamasi di area tambang membuatnya kembali hijau.

Sekedar informasi, kewajiban reklamasi pertambangan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

UU ini mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melakukan reklamasi dan pasca-tambang dengan tingkat keberhasilan 100%.

Harita Nickel berkomiten melakukan reklamasi seiring sejalan dengan kegiatan penambangan yang masih dilakukan perusahaan. Di mana, satu lahan akan segera dilakukan reklamasi bila sudah dalam kondisi mine out.

"Lahan tambang dapat dinyatakan mine out apabila proses penambangannya sudah mencapai lapisan batu dasar (bedrock). Artinya, material tambang yang ada di tanah tersebut sudah habis atau telah mencapai batasnya,” kata Environment and Business Improvement Manager Harita Nickel, Dedy Amrin di Pulau Obi. 

Harita sudah melakukan reklamasi sejak 2010. Tercatat sejak 2017 hingga kuartal I 2025, perusahaan sudah mereklamasi lahan seluas 105 hektar. Rencananya, perusahaan menargetkan akan melakukan reklamasi lahan bekas kegiatan tambang seluas 66 hektare di tahun ini. 

Tim Khusus

Harita mempersiapkan tim tersendiri yang memang dikhususkan mengurusi reklamasi tambang. Bahkan, perusahaan mengucurkan dana sekitar Rp 250 juta per hektar dalam upaya menjalankan kewajibannya menghijaukan kembali lahan tambang.

Adapun jenis tanaman dipilih merupakan yang sudah diidentifikasi dalam AMDAL. Tanaman-tanaman ini, termasuk jenis-jenis pionir, dipilih karena kemampuannya beradaptasi dengan kondisi tanah yang ekstrem di area pascatambang. “Di antaranya ada cemara laut, bintangor, jambu mete, gofasa, dan beberapa jenis yang lain,” urai Dedy.

Dalam prosesnya kemudian muncul tanaman-tanaman asli pulau yang tumbuh mengikuti pepohonan di area reklamasi.

Dedy Amrin menjelaskan, proses ketika reklamasi mulai dilakukan. Dimulai dengan penataan lahan melalui pemindahan tanah, yaitu proses penimbunan menggunakan overburden (lapisan tanah dan batuan yang menutupi deposit mineral) dan pemindahan top soil (lapisan tanah subur) dari penyimpanan sementara ke lokasi reklamasi. Penebaran tanah zona pengakaran (top soil) dilakukan untuk memastikan keberadaan lapisan tanah teratas yang subur di lahan yang direklamasi. 

Setelah itu baru pepohonan ditanamkan ke area reklamasi dengan beberapa ketentuan. Sebelumnya tanaman ini sudah dikembangbiakan di lokasi pembibitan yang diberi nama Loji Central Nursery.

Di sini, tanaman disemai dari mulai biji hingga tumbuh dan cukup untuk ditanam area pada terbuka. "Penanaman biasanya dilakukan musim hujan," jelas dia. Tak sekedar ditanam, proses pemeliharaan seperti pemupukan dan pemantauan terus dilakukan hingga proses reklamasi dianggap berhasil.

Selain pepohonan, perusahaan juga mencoba menanam tumbuhan konsumsi seperti sayuran dan buah-buahan. "Kami juga pernah panen pokcay dan juga menanam pohon buah-buahan seperti pisang buat konsumsi karyawan,” kata Mokhamad Rifai, Reclamation Superintendent Harita Nickel .

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |