Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah mengatur batasan luas bangunan dan lantai rumah subsidi menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Seperti diketahui, sebuah draf aturan baru dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengatur bahwa luas bangunan rumah umum tapak paling kecil adalah 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas lantai rumah ditetapkan antara 18 hingga 35 meter persegi.
Salah satu yang ikut angkat suara adalah Saputra (26), seorang karyawan swasta di Jakarta dengan penghasilan sedikit di atas Upah Minimum Provinsi (UMP). Saat ini, ia tengah mempertimbangkan membeli rumah pertama, termasuk opsi rumah subsidi.
“Kalau ditanya mau apa nggak tinggal di rumah ukuran yang ditetapkan itu, jawabannya tergantung. Untuk saya yang masih sendiri mungkin cukup. Tapi kalau sudah menikah dan punya anak atau ingin sedikit ruang gerak, ya itu jelas terlalu sempit,” ujar Saputra saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (4/6/2025).
Menurutnya, batasan luas yang ditetapkan pemerintah justru berisiko menciptakan hunian yang tidak layak secara sosial maupun psikologis, terutama jika dihuni oleh keluarga kecil.
“Rumah subsidi bukan sekadar tempat tinggal, tapi juga soal kenyamanan hidup. Jangan sampai masyarakat berpenghasilan rendah justru terjebak dalam hunian yang sempit dan tidak manusiawi,” tegasnya.
Usulan untuk Pemerintah
Saputra pun mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan beberapa hal sebelum memberlakukan aturan tersebut. Ia mendorong agar ada fleksibilitas dalam ukuran rumah subsidi dan mengadopsi konsep rumah tumbuh.
“Kalau bisa, rumah subsidi jangan satu ukuran saja. Masyarakat itu punya kebutuhan yang berbeda-beda. Kalau harganya masih bisa dijangkau, ukuran 30 sampai 45 meter persegi akan jauh lebih ideal,” sarannya.
Ia juga berharap pemerintah tidak hanya fokus pada angka dan biaya konstruksi, tetapi juga memperhatikan kualitas bangunan, pencahayaan, sirkulasi udara, serta akses ke fasilitas umum.
Luas Rumah Subsidi Menciut jadi 18 Meter Persegi, Konsumen Bilang Begini
Sebelumnya, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dikabarkan berencana untuk mengubah spesifikasi rumah subsidi, salah satunya terkait ukuran luas tanah dan lantai rumah.
Dalam draf Keputusan Menteri (Kepmen) PKP Nomor/KPTS/M/2025, diatur bahwa luas bangunan rumah umum tapak paling kecil adalah 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas lantai rumah ditetapkan antara 18 hingga 35 meter persegi.
Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, ketentuan dalam draf tersebut menunjukkan penurunan signifikan. Dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, batas minimal luas tanah rumah tapak ditetapkan sebesar 60 meter persegi.
Dalam tanggapannya terkait kabar tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan bahwa pihaknya berharap Kementerian PKP akan terus mensosialisasikan secara luas kepada masyarakat terkait syarat dan ketentuan mendapatkan rumah subsidi.
“YLKI meminta Kementerian PKP bukan hanya memikirkan kuantitas luas bangunan tapi juga kualitas rumah dan bangunan yang lebih penting, sehingga tidak ada persoalan mengenai kualitas baik jangka pendek dan jangka panjang,” ujar Sekretaris Jenderal YLKI, Rio Priambodo kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Rio lebih lanjut mengatakan, konsumen juga berharap kendepannya standar luas rumah subsidi akan tetap di kisaran 35 meter persegi untuk memastikan kelayakan rumah subsidi.
“YLKI berharap rumah subsidi tetap minimal 35 meter persegi, agar konsumen mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat,” jelasnya.
Wamen PKP: Pemerintah Belum Ambil Keputusan Terkait Pengurangan Ukuran Rumah Subsidi
Diwartakan sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menegaskan bahwa pemerintah belum mengambil keputusan terkait pengurangan ukuran rumah subsidi. "Sebenarnya itu belum diputuskan," kata Fahri, dikutip dari Antara Senin (2/6/2025).
Fahri bahkan menyampaikan bahwa arah kebijakan pemerintah justru mempertimbangkan untuk memperbesar ukuran rumah subsidi, bukan memperkecil.
"Sebenarnya itu belum diputuskan. Karena yang benar adalah justru ukurannya dibesarkan. Jadi ada perdebatan itu, yang benar adalah harusnya ukurannya dibesarkan. Dari ukuran yang sekarang itu 36, 40, paling tidak 40 meter persegi," ungkapnya.