OECD Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi AS, Ini Penyebabnya

1 day ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan global. Hal ini seiring gejolak tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membebani harapan.

Mengutip CNBC, Selasa (3/6/2025), prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) direvisi turun menjadi 1,6% pada 2025 dan 1,5% pada 2026. Pada OECD masih prediksi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2,2% pada 2025.

Dampak dari kebijakan tarif Trump, ketidakpastian kebijakan ekonomi yang meningkat, perlambatan imigrasi bersih, dan tenaga kerja federal yang lebih sedikit disebut sebagai alasan penurunan peringkat terbaru. Sementara itu, pertumbuhan global juga diprediksi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. OECD mengatakan, “perlambatan terkonsentrasi di Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Sementara itu, ekonomi negara lain diprediksi mengalami revisi penurunan lebih kecil.

"Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global diproyeksikan melambat dari 3,3% pada 2024 menjadi 2,9% tahun ini dan pada 2026 dengan asumsi teknis tarif pada pertengahan Mei akan dipertahankan meskipun ada tantangan hukum yang sedang berlangsung,” kata OECD.

Sebelumnya OECD memprediksi pertumbuhan global sebesar 3,1% pada 2025 dan 3% pada 2026. "Prospek global menjadi semakin menantang,” demikian disebutkan dalam laporan OECD.

"Peningkatan substansional dalam hambatan perdagangan, kondisi keuangan yang lebih ketat, melemahnya kepercayaan bisnis dan konsumen serta meningkatnya ketidakpastian kebijakan, semuanya akan berdampak buruk pada prospek pertumbuhan jika terus berlanjut,” demikian seperti dikutip.

Perubahan tarif yang sering terjadi terus berlanjut dalam beberapa minggu terakhir, yang menyebabkan ketidakpastian di pasar dan ekonomi global.

Beberapa perkembangan terbaru termasuk pungutan timbal balik khusus negara Trump yang dibatalkan oleh Pengadilan Perdagangan Internasional AS, sebelum kemudian diberlakukan kembali oleh pengadilan banding serta pernyataan Trump akan menggandakan bea masuk baja menjadi 50%.

Prediksi Inflasi

Selain itu, OECD menyesuaikan perkiraan inflasinya. OECD menyebutkan biaya perdagangan yang lebih tinggi, terutama di negara-negara yang menaikkan tarif juga akan mendorong inflasi, meskipun dampaknya akan diimbangi sebagian oleh harga komoditas yang lebih lemah.

Dampak tarif terhadap inflasi telah diperdebatkan dengan sengit. Sejumlah pembuat kebijakan bank sentral dan analis global yang menyatakan masih belum jelas bagaimana pungutan akan memengaruhi harga, dan itu banyak bergantung pada faktor-faktor seperti potensial tindakan pencegahan.

Prospek inflasi OECD menunjukkan perbedaan yang mencolok antara Amerika Serikat (AS) dan beberapa ekonomi utama dunia lainnya. Misalnya sementara negara-negara G20 sekarang akan mencatat inflasi 3,6% pada 2025, turun dari 3,8% dari perkiraan pada Maret, proyeksi untuk Amerika Serikat (AS) telah meningkat menjadi 3,2%, naik dari sebelumnay 2,8%. OECD juga prediksi inflasi AS dapat mendekati 4% menjelang akhir 2025.

Pertumbuhan Ekonomi AS Loyo pada Kuartal I 2025, Ini Penyebabnya

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat tajam pada kuartal I 2025. Perlambatan pertumbuhan ekonomi AS itu seiring banyak pelaku bisnis yang berlomba-lomba menimbun barang jelang kebijakan tarif besar-besaran Presiden AS Donald Trump.

Mengutip CBC News, Kamis (1/5/2025), Produk Domestik Bruto (PDB) AS menyusut 0,3%, turun dari pertumbuhan 2,4% dalam tiga bulan terakhir pada 2024. Demikian disampaikan Departeman Perdagangan pada Rabu dalam estimasi PDB awal.

Ini adalah kinerja kuartalan terburuk bagi ekonomi AS sejak awal 2022, ketika ekonomi sedang dalam pemulihan setelah terpuruk selama pandemi COVID-19.

Ekonomi AS diperkirakan menunjukkan pertumbuhan 0,8% dalam tiga bulan pertama 2025, menurut estimasi rata-rata ekonom yang disurvei oleh FactSet.

Perlambatan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tarif luas yang diberlakukan oleh Presiden Trump dapat menganggu ekonomi AS. Ekonom juga menyampaikan kemungkinan AS akan mengalami resesi pada 2025.

Meskipun tarif menyeluruh pemerintahan Trump diumumkan pada 2 April setelah akhir kuartal, pelaku bisnis berusaha untuk mengantisipasi dampak bea masuk dengan membeli secara besar-besaran pada awal tahun.

Kekhawatiran terhadap Tarif

Laporan tersebut mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan keadaan pertumbuhan ekonomi, para ekonom memperingatkan, dengan mencatat angka-angka tersebut kemungkinan besar tidak jelas karena lonjakan impor karena bisnis berusaha menghindari tarif.

Peningkatan impor mungkin tampak menurunkan pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan pergeseran dari konsumsi domestik, tetapi itu tidak menceritakan keseluruhan cerita, para ekonom mencatat.

Namun demikian, kekhawatiran tentang tarif menyebabkan bisnis dan konsumen mengubah perilaku mereka pada awal tahun, menandakan penerapan biaya impor yang tinggi dapat menciptakan hambatan bagi ekonomi pada akhir 2025, kata para ahli.

"Peningkatan permintaan yang tidak wajar ini menyiapkan panggung untuk jurang permintaan yang lebih tajam di Q2 — fase yang jauh lebih meresahkan dari perlambatan ekonomi yang sedang berlangsung,” ujar Chief Economist EY, Gregory Daco mengatakan dalam sebuah email.

Impor Barang Bakal Berkurang pada Kuartal II

Namun, PDB dapat memperoleh dorongan kuartal kedua karena perusahaan mengimpor lebih sedikit barang pada kuartal saat ini karena penerapan tarif dan peningkatan pada awal tahun, menurut Capital Economics.

Ukuran penting lain dari kesehatan ekonomi, yang dikenal sebagai penjualan akhir kepada pembeli domestik swasta,  juga naik 3% pada kuartal pertama, naik tipis dari 2,9% pada tiga bulan sebelumnya. Itu menunjukkan permintaan dari konsumen dan bisnis tetap tangguh meskipun ada kekhawatiran yang meningkat tentang ekonomi.

"Secara keseluruhan, [data PDB] tidak seburuk yang dikhawatirkan, meskipun sebagian penurunan impor pada kuartal kedua sekarang sebagian akan diimbangi oleh perlambatan akumulasi inventaris," analis dari firma penasihat investasi mengatakan dalam sebuah laporan.

"Kami memperkirakan rebound tahunan sebesar 2,0% dalam PDB kuartal kedua,” demikian seperti dikutip.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |