Ombudsman Usul Pengecer Dibantu jadi Pangkalan LPG, Ini Alasannya

1 month ago 20

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman menilai,keberadaan pengecer merupakan titik keseimbangan antara supply dan demand terkait akses. Seiring hal itu, Ombudsman mengusulkan agar Pertamina dapat memfasilitas pengecer yang ada kini menjadi pangkalan atau sub-pangkalan resmi. Hal ini untuk memastikan LPG atau elpiji sampai ke masyarakat tetap dengan eceran harga tertinggi (HET).

Demikian disampaikan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, seperti dikutip dari Antara, Rabu (6/8/2025).

"Ombudsman kemungkinan akan mempertimbangkan usulan agar pengecer itu diubah jadi pangkalan. Terutama nanti persyaratan harus ada semacam fleksibilitas begitu ya, tidak perlu seketat seperti pangkalan yang ada sekarang," ujar Hendra.

Kalau di tingkat pengecer, harga elpiji akan menjadi lebih fluktuatif, selalu akan ada kelebihan harga dari HET yang ditetapkan.

Sementara, Pertamina juga tidak bisa mengawasi para pengecer karena bukan penyalur resmi. Oleh sebab itu, dia menilai, mengubah pengecer menjadi pangkalan elpiji resmi juga akan menjadi salah satu langkah menertibkan pengecer yang ada saat ini.

"Tapi prinsipnya meskipun pengecer itu dianggap bukan penyalur resmi karena penyalur resmi itu sampai pangkalan saja. Tapi Ombudsman melihat keberadaan pengecer itu merupakan titik keseimbangan antara supply dan demand terkait dengan akses. Karena tidak semua pangkalan memiliki akses yang dekat dengan konsumen, nah ini fungsinya pengecer-pengecer ini," kata dia.

Imbauan Ombudsman

Dengan berubahnya pengecer menjadi pangkalan atau sub-pangkalan elpiji Pertamina, menurut dia, komoditas elpiji akan semakin dekat dijangkau masyarakat dan harganya tetap sesuai HET. Yeka juga mengingatkan untuk tidak salah menginterpretasikan ketika ada harga elpiji ternyata berada di atas regulasi harga eceran tertinggi.

Dia menuturkan, kalau pangkalan atau sub-pangkalan menjual elpiji di lokasi pangkalan sendiri dan melebihi HET, hal itu memang merupakan sebuah pelanggaran aturan penyaluran.

"(Tapi) kalau harga di rumah (diantar ke rumah), itu bukan lagi harga pangkalan, karena itu ada biaya distribusi di situ kan. Jadi bisa saja masyarakat itu minta diantar ke rumah sehingga ada biaya distribusi, nah hal seperti ini kadang yang menjadi salah interpretasi, dianggap di luar HET, padahal belum tentu karena ada biaya distribusi di sana," kata dia.

Namun, untuk lebih memastikan masyarakat dengan mudah mendapatkan elpiji sesuai HET, Ombudsman tetap menyarankan agar pengecer yang jelas-jelas berada dekat lingkungan warga bisa menjadi penyalur resmi Pertamina yakni dalam bentuk pangkalan maupun sub pangkalan.

Ketua Ombudsman Soroti Lambatnya DPR Bahas RUU Ombudsman

Sebelumnya, Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Mokhammad Najih, menyayangkan lambatnya proses pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ombudsman di DPR.

Meskipun masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2024–2029, RUU Ombudsman masih berada di urutan yang rendah, yakni di atas angka seratusan.

Hal ini mengindikasikan urgensi perubahan undang-undang tersebut belum menjadi prioritas. Najih mengungkapkan, fenomena ini bukan kali pertama terjadi.

Pada periode sebelumnya, RUU Ombudsman pernah berada di posisi 108, kemudian naik ke angka 35, lalu ke 18, bahkan sempat masuk ke 10 besar prioritas. Sayangnya, perubahan undang-undang itu tetap belum berhasil disahkan hingga masa bakti DPR berakhir.

"Untuk periode DPR sekarang 2024-2029, RUU ombudsman masuk prioritas, tapi masih di urutan angka seratusan. Angka di atas seratusan, dan ini memang mengulang sejarah sebelumnya dari angka 108 ke angka 35, kemudian ke angka 18, kemudian di akhir periode hampir masuk ke 10 besar prioritas," kata Najih saat ditemui di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (11/7/2025). Ia juga menambahkan bahwa dalam proses legislasi, kontinuitas pembahasan harus dijaga agar tidak selalu dimulai dari awal.

Menurut Najih, masuknya kembali RUU ini di posisi rendah pada DPR periode baru menunjukkan belum adanya komitmen konkret dari para legislator untuk memperkuat Ombudsman. Ia menegaskan pentingnya dorongan bersama agar pembahasan RUU tidak berulang dari nol dan dapat langsung dilanjutkan.

"Jadi, sekarang ini masih kita istilahnya berangkat dari nol kembali begitu karena DPR-nya baru. Ini yang kita sayangkan gitu. Kita mendorong supaya tidak perlu ada berangkat dari nol karena sudah pernah dibahas di Paripurna maupun di Baleg," ujarnya.

Siap Jalin Komunikasi

Untuk mempercepat pembahasan RUU Ombudsman, Najih menyatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan koordinasi aktif dengan berbagai institusi terkait. Baik pemerintah maupun DPR menjadi mitra utama dalam upaya ini. Ia optimistis, dengan kerja sama yang intensif, RUU tersebut bisa naik ke posisi prioritas lebih cepat.

"Kita harapkan memang kerja mendorong untuk perubahan undang-undang ini akan terus kita kerjakan melalui koordinasi dengan institusi-institusi terkait baik itu di pemerintahan maupun di DPR," ujar dia.

Ia menilai, penguatan lembaga Ombudsman juga sejalan dengan agenda reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik. Najih berharap Badan Legislasi (Baleg) DPR bisa merespons aspirasi ini secara positif.

Melihat DPR periode 2024–2029 yang baru saja dilantik, Najih menilai momentum ini ideal untuk menempatkan RUU Ombudsman sebagai prioritas legislasi.

Di awal periode, DPR biasanya masih menyusun agenda strategis jangka menengah. Oleh karena itu, ini menjadi kesempatan emas untuk mengusulkan kembali urgensi revisi UU Ombudsman.

"Kami mengharapkan juga kepada Baleg agar RUU perubahan ombudsman dalam rangka untuk memperkuat eksistensi ombudsman ini bisa kembali menjadi prioritas utama di dalam periode ini, terutama di tahun-tahun awal kepemimpinan DPR periode 2024-2029," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |