Pemerintah Diminta Tegas Tindak Tambang di Raja Ampat

4 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar meminta pemerintah tegas dalam melihat persoalan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurutnya, evaluasi menyeluruh perlu dilakukan, tak sebatas klaim perusahaan menjalankan prinsip Environmental, Social, Governance (ESG).

Bisman menyampaikan langkah penghentian sementara operasional tambang nikel di Raja Ampat merupakan tindakan tepat. Tapi, perlu penindakan lebih serius jika terbukti ada pelanggaran.

"Langkah pemerintah estop sementara operasi tambang tersebut sudah tepat. Namun Pemerintah tidak boleh ragu untuk menghentikan dan mencabut izin pertambangan jika terbukti kegiatan usaha tersebut melanggar UU tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil dan juga UU LH yang juga telah ditegaskan oleh Putusan MK tahun 2023," ungkap Bisman saat dihubungi Liputan6.com, Senin (9/6/2025).

Dia meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi atas operasi pertambangan di Raja Ampat secara menyeluruh. Mulai dari proses penerbitan izin sampai dengan pengawasan operasi pertambangan. Termasuk juga implementasi good mining practice, penerapan ESG serta upaya reklamasi lahan.

Evaluasi diperlukan untuk memastikan kegiatan tambang tidak berdampak buruk pada lingkungan dan ekosistemnya. Menurut dia, harus ada kebijakan khusus yang diambil dari proses pertambangan di daerah tertentu.

"Dalam hal ini, pemerintah harus punya keberpihakan pada aspek LH (lingkungan hidup) dan konservasi alam, tidak hanya aspek pengusahaan semata dengan berlindung bahwa tidak ada perusakan alam atau telah mematuhi ESG. Prinsipnya usaha pertambangan tidak dilarang, namun perlu ada kebijakan khusus untuk daerah tertentu," tuturnya.

Risiko Terlalu Besar

Lebih lanjut, Bisman menyampaikan risiko besar menanti dari praktik pertambangan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan. Atas hal itu, dikhawatirkan dampaknya akan lebih mahal ketimbang nilai ekonomi dari hasil tambang.

Dia merujuk pada banyaknya kawasan lain yang sudah mengalami kerusakan imbas kegiatan pertambangan nikel.

"Terlalu mahal risiko ekologis dan LH yang harus dibayar, sudah banyak contoh daerah lain yang rusak karena pertambangan, misal Sultra (Sulawesi Tenggara), Sulteng (Sulawesi Tengag) dan daerah lainnya," tandas Bisman.

Merusak Lingkungan

Diberitakan sebelumnya, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah mencabut permanen izin tambang di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menyusul ramainya perbincangan soal dampak penambangan nikel di wilayah tersebut.

Fahmy memandang, setiap kegiatan pertambangan akan merusak lingkungan dan ekosistem di wilayah tersebut. Terlebih jika para penambang juga mengabaikan reklamasi pascatambang.

"Untuk penambangan Raja Ampat, meski dengan reklamasi sekali pun, sudah pasti akan merusak alam geopark yang merupakan ekosistem destinasi wisata Raja Ampat," tegas Fahmy dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Senin (9/6/2025).

Dihentikan Penuh

Dia pun meminta seluruh aktivitas tambang di Raja Ampat bisa dihentikan total. Kemudian, dia meminta pemerintah tidak lagi menerbitkan izin tambang di kawasan tersebut.

"Menurut saya semua penambangan di Raja Ampat dan sekitarnya harus dihentikan secara permanen. Jangan ada lagi izin penambangan selamanya," pintanya.

Diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menyetop sementara proses penambangan nikel. Itu merujuk pada aktivitas yang dilakukan oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |