Pemerintah Obral Diskon Tiket Angkutan Laut, Pengusaha Dilema

2 days ago 7

Liputan6.com, Jakarta Pelaku usaha angkutan penyeberangan Indonesia menghadapi situasi dilema dalam menyikapi rencana implementasi kebijakan pemerintah yang akan memberikan stimulus tarif transportasi, termasuk diskon 50% terhadap tarif angkutan laut penyeberangan selama awal Juni hingga akhir Juli 2025.

Hal ini dikarenakan kondisi tarif angkutan laut penyeberangan di Indonesia berdasarkan perhitungan resmi Tim Tarif Kementerian Perhubungan tahun 2019, terdapat kekurangan sebesar 31,81% dari Harga Pokok Produksi (HPP).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan sebagai asosiasi yang menaungi pelaku usaha angkutan laut penyeberangan, pihaknya dapat memahami semangat pemerintah dalam mendorong mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi melalui stimulus tarif transportasi, termasuk diskon 50% tiket angkutan laut.

"Kami memahami bahwa kebijakan ini bertujuan mulia. Namun, kami perlu menyampaikan beberapa catatan penting agar implementasinya tidak mengorbankan keberlanjutan sektor angkutan laut penyeberangan Indonesia," katanya, Rabu, 4 Juni 2025.

Dia menjelaskan tarif angkutan laut penyeberangan saat ini masih berada di bawah biaya operasional yang wajar karena terdapat kekurangan hingga 31,81% dari Harga Pokok Produksi (HPP). "Perhitungan ini masih merujuk kepada formula tarif tahun 2019, dengan asumsi biaya UMR dan kurs rupiah yang jauh lebih rendah dari kondisi saat ini," katanya.

Sesuai regulasi, katanya, penyesuaian tarif seharusnya berlaku sejak 1 Oktober 2024. Akan tetapi sampai saat ini masih tertunda tanpa adanya kejelasan yang pasti kapan akan diimplementasikan.

Kapal Angkutan Laut

Hal ini secara tidak langsung menunjukkan jika operator kapal angkutan laut penyeberangan sudah memberikan “diskon tarif” kepada masyarakat dan menanggung beban biaya operasional yang berat.

Khoiri menjelaskan yang lebih memberatkan dari kondisi saat ini bagi operator angkutan laut penyeberangan adalah turunnya hari operasi kapal hingga menjadi di bawah 50% per bulan yang terjadi pada sebagian besar lintas penyeberangan utama di Indonesia.

Salah satu contoh nyata adalah di lintasan penyeberangan Merak–Bakauheni yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatra, di mana banyak kapal-kapal penyeberangan yang hanya mendapat jadwal operasi selama 12 hari dalam sebulan akibat terlalu banyak kapal yang memperoleh izin operasi.

"Kapal hanya menghasilkan pendapatan selama 12 hari, tetapi harus menanggung biaya tetap selama 30 hari seperti biaya bahan bakar untuk genset yang wajib hidup 24 jam meskipun kapal tidak beroperasi. Biaya kru jaga (ABK) yang wajib stand-by 24 jam sesuai regulasi keselamatan pelayaran dan biaya pelabuhan, docking, asuransi, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan lainnya," katanya.

Gapasdap menilai pemberian izin kapal yang berlebihan telah menciptakan overcapacity dan menurunkan kemampuan menanggung biaya operasional sehingga perusahaan beroperasi dalam keadaan yang tidak sehat sehingga mengancam keberlangsungan usaha angkutan laut penyeberangan.

Padahal, katanya, lintasan-lintasan penyeberangan utama antarpulau telah dinyatakan dalam status moratorium perizinan oleh pemerintah sendiri. "Kenyataannya, izin tambahan masih terus dikeluarkan, dan ini melanggar prinsip keteraturan, keselamatan, dan kesinambungan usaha," ujarnya.

Pendapatan turun

Gapasdap menegaskan jika kebijakan diskoun tarif sebesar 50% diberlakukannya pada masa peak season, pihaknya kuatir akan menimbulkan masalah usaha dikarenakan pendapatan operator angkutan laut penyeberangan akan menurun, sementara pada saat yang sama, biaya operasional maupun biaya tetap akan meningkat, tapi jadwal operasional kapal sangat terbatas.

Atas kondisi itu, Gapasdap mengusulkan kepada Pemerintah untuk memastikan dan menegaknan kebijakan moratorium perizinan kapal di lintasan utama dengan jangan lagi menambah izin kapal yang nantinya semakin memperburuk daya saing dan keselamatan.

Gapasdap juga meminta agar segera berlakukan penyesuaian tarif sesuai hasil perhitungan Tim Tarif Kementerian Perhubungan. "Pemerintah juga seharusnya memberikan subsidi langsung kepada operator kapal atas diskon tarif dan minimnya hari operasi," katanya.

Gapasdap meminta Pemerintah untuk membantu meringankan beban fiskal dan biaya pelabuhan seperti biaya PNBP, biaya tambat dan labuh serta biaya pelabuhan serta menyediakan fasilitasi pembiayaan berbunga rendah dan jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan armada.

Perbedaan Kebijakan

Dia mengingatkan terdapat perbedaan kebijakan antara moda angkutan udara dan angkutan penyeberangan dimana moda angkutan udara telah mendapatkan beragam stimulus berupa pembebasan PPN, pengurangan biaya navigasi dan bandara serta stimulus operasional lainnya.

Sedangkan moda angkutan laut penyeberangan belum menerima insentif langsung. "Kami harapkan Pemerintah memberikan insentif langsung kepada moda angkutan laut penyeberangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung pertumbuhan mobilisasi masyarakat," katanya.

Khoiri menegaskan Gapasdap tetap berkomitmen besar untuk mendukung kebijakan pemerintah dengan harapan agar dilakukan secara berkeadilan dengan mempertimbangkan kondisi nyata industri angkutan laut penyeberangan saat ini.

“Tanpa adanya koreksi pada aspek perizinan, tarif, dan biaya operasional, layanan penyeberangan nasional yang vital ini akan menghadapi risiko penurunan kualitas, keselamatan, bahkan keberlangsungan usaha,” ujarnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |