Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan asuransi kesehatan menerapkan pembagian risiko (co-payment) di mana pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit menanggung sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim asuransi.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang diteken Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.
Menengok lebih dalam, apa itu pembagian risiko atau co-payment?
Skema co-payment dalam asuransi kesehatan adalah mekanisme pembagian biaya antara peserta asuransi atau sering disebut pemegang polis dan perusahaan asuransi atas layanan medis yang digunakan.
Dalam skema ini, peserta diwajibkan membayar sebagian dari total biaya layanan kesehatan, sementara sisanya ditanggung oleh pihak asuransi.
Misalnya, jika biaya rawat jalan sebesar Rp 1 juta dan polis asuransi menetapkan co-payment 10%, maka:
- Peserta membayar Rp 100.000 (10%)
- Asuransi membayar sisanya Rp 900.000 (90%)
Tujuan Penerapan Co-payment:
- Mencegah moral hazard, yaitu penggunaan layanan medis secara berlebihan karena semua ditanggung asuransi.
- Mendorong efisiensi, agar peserta hanya menggunakan layanan yang benar-benar diperlukan.
- Menekan lonjakan premi, karena risiko klaim menjadi lebih terkendali.
Peserta Asuransi Kesehatan Wajib Tanggung Biaya Klaim 10%
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Surat Edaran Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Aturan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2026 dan bertujuan memperkuat tata kelola serta perlindungan konsumen di industri asuransi kesehatan.
Langkah ini diambil OJK sebagai respons atas lonjakan inflasi medis yang terjadi secara global. Melalui aturan baru ini, OJK ingin mendorong efisiensi biaya layanan kesehatan jangka panjang serta memastikan layanan asuransi tetap terjangkau.
SEOJK 7/2025 mengatur lebih lanjut soal siapa saja yang bisa menyelenggarakan asuransi kesehatan, termasuk prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Aturan ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial, dan tidak mencakup program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Co-Payment Wajib Minimal 10 Persen
Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah kewajiban penerapan co-payment. Artinya, pemegang polis atau peserta asuransi harus menanggung setidaknya 10 persen dari total klaim yang diajukan.
Berikut batas maksimum biaya yang dibebankan:
- Rawat jalan: maksimal Rp 300.000 per klaim
- Rawat inap: maksimal Rp 3.000.000 per klaim
Langkah ini dimaksudkan agar peserta lebih bijak memanfaatkan layanan medis dan mendorong premi yang lebih terjangkau di masa mendatang.
Selain itu, aturan ini juga mendorong koordinasi manfaat (coordination of benefit) antara skema asuransi komersial dengan layanan JKN, jika peserta menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
Penyesuaian Maksimal 31 Desember 2026
Untuk produk yang sudah berjalan saat aturan ditetapkan, maka tetap berlaku hingga masa pertanggungan berakhir. Namun, produk yang otomatis diperpanjang dan telah mendapat persetujuan atau dilaporkan ke OJK, wajib menyesuaikan paling lambat 31 Desember 2026.
OJK menyatakan akan terus memantau pelaksanaan aturan ini agar dapat memberikan manfaat optimal bagi industri maupun konsumen asuransi kesehatan.