Diskon Listrik hingga Subsidi Upah Masuk 6 Paket Stimulus Ekonomi, Momen Bertumbuh atau Bebani APBN?

1 day ago 9

Liputan6.com, Jakarta - Masih ingat hasil laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Mei 2025? Ya, pada Senin (5/5/2025), BPS merilis data Pertumbuhan Ekonomi pada kuartal I-2025 yang hanya 4,87%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2024, dimana saat itu masih tumbuh sebesar 5,11%.

Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 merupakan yang terendah sejak triwulan III-2021 yang saat itu hanya tumbuh 3,53 persen. Situasi ekonomi saat ini bukan sedang tertekan akibat pandemi, namun laju pertumbuhan hampir sama dengan masa pandemi.

Data pertumbuhan ekonomi ini ternyata langsung menjadi warning pemerintah. Lantas, apa yang dilakukan pemerintah? Ya, Presiden Prabowo Subianto langsung gerak cepat mengantisipasi potensi lemahnya ekonomi Indonesia di awal 2025. Pemerintah langsung menginisiasi pemberian paket stimulus ekonomi untuk masyarakat.

Stimulus Ekonomi Q2-2025 tersebut telah dibahas secara mendalam pada Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat Menteri pada hari Jumat (23/05) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri Menteri, Wakil Menteri, dan Pimpinan/Perwakilan K/L terkait. Pada Rakortas tersebut telah disepakati bahwa semua program stimulus ekonomi tersebut akan segera diterapkan mulai tanggal 5 Juni 2025,” ujar Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, di Jakarta.

Apa saja paket stimulus ekonominya?

  1. Diskon tiket kereta api 30%, Tiket Pesawat berupa PPN DTP 6%, dan Tiket Angkutan Laut sebesar 50%.
  2. Diskon Tarif Tol: Diskon Tarif Tol sebesar 20% untuk sekitar 110 Juta Pengendara selama 2 bulan pada momen Liburan Sekolah (sekitar awal Juni 2025 s.d. pertengahan Juli 2025).
  3. Diskon Tarif Listrik: Diskon Tarif Listrik sebesar 50% kepada sekitar 79,3 Juta Rumah Tangga (Pelanggan ≤1300 VA).
  4. Tambahan Bansos.
  5. Bantuan Subsidi Upah (BSU).
  6. Perpanjangan Diskon Iuran JKK.

Optimistis Bisa Dongkrak Ekonomi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemberian stimulus pada kuartal II menjadi krusial, mengingat telah lewatnya hari besar seperti Natal dan Tahun Baru yang dapat mendorong konsumsi masyarakat.

Stimulus tersebut disiapkan agar pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua dapat tetap berada di kisaran 5%. Masa libur sekolah yang diikuti dengan pemberian gaji ke-13 akan menjadi momentum penting untuk mendorong daya beli masyarakat.

Pemerintah juga mengajak Pemerintah Daerah untuk berperan aktif menciptakan kegiatan pariwisata dan hiburan lokal guna mendorong pergerakan masyarakat dalam negeri selama masa liburan sekolah sehingga diharapkan dapat terus menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional.

Menko Airlangga kembali menegaskan sinergi antar Kementerian/Lembaga harus terus diperkuat agar program-program stimulus tersebut bisa terlaksana tepat waktu dan memberikan dampak nyata bagi perekonomian Indonesia. 

Sementara itu, di kesempatan terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan bahwa ia optimistis stimulus ekonomi, khususnya diskon tarif listrik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

"(Diskon tarif listrik) bagus untuk mendorong pertumbuhan, membantu masyarakat yang membutuhkan, dan competitiveness untuk ekonomi juga bagus," ujar Erick kepada media di Le Meridien, Jakarta.

Erick Thohir menerangkan, pemberlakuan diskon tarif tersebut sudah melalui tahap diskusi bersama PT PLN (Persero). Ditambahkannya, program tersebut juga merupakan arahan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Erick lebih lanjut mengatakan, pemberlakuan diskon tarif listrik dijadwalkan pada 5 Juni mendatang

"Rencananya seperti itu (5 Juni), tapi kita tunggu nanti keputusannya," jelas Erick.

Dampak Stimulus Ekonomi ke APBN

Obral sitimulus ini bukan hal yang murah bagi pemerintah. Mereka jelas akan mengorbankan ruang fiskal alias APBN. Kok bisa?

Berdasarkan data APBN hingga April 2025 menunjukkan pendapatan negara yang baru mencapai Rp 810,5 triliun atau 27 persen dari target setahun penuh, meski membukukan surplus Rp 4,3 triliun (0,02 persen PDB).

Namun, defisit anggaran yang mulai melebar, hingga akhir Februari defisit mencapai Rp 31,2 triliun atau 0,13 persen PDB, dan melonjak menjadi Rp 104 triliun per Maret 2025.

"Dampaknya, ruang fiskal menjadi makin terjepit di tengah tekanan global dan volatilitas komoditas," ujar Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat kepada Liputan6.com.

Begitu pula stimulus tanpa kajian multiplier effect dan kajian keberlanjutan, ia mungkin memompa konsumsi jangka pendek, tetapi meninggalkan residu defisit kronis.

Ia menyoroti bahwa ruang fiskal Indonesia tengah diuji. Realisasi pendapatan negara baru 27 persen pada April, sementara belanja telah menyentuh 22,3 persen dari pagu.

Lebih jauh, alokasi APBN untuk enam paket stimulus hingga kini belum dirinci secara transparan. Ada tiga masalah bagaimana pemberian stimulus tanpa perencanaan dan tanpa orkestrasi yang matang

Pertama, Kegagalan Prioritisasi Program. Pembangunan 3 juta rumah, Makan Bergizi Gratis (MBG), dan Koperasi Merah Putih program strategis dengan alokasi triliunan rupiah kini terancam tumpang-tindih dengan paket baru.

"Pertanyaannya: mengapa tidak mengoptimalkan program existing ketimbang menciptakan inisiatif ad-hoc? Alih-alih sinergi, kebijakan stimulus terbaru tersebut justru memperlihatkan ketiadaan "konduktor" yang mengatur harmonisasi anggaran," ujarnya.

Butuh Anggaran Rp 50 Triliun

Senada, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menilai, pemerintah perlu membuat prioritas program lantaran ruang Fiskal Semakin Sempit. Sebab, sejumlah program baru seperti diskon tarif listrik/tol hingga insentif BSU butuh dana tidak sedikit.

"Paket Stimulus baru diperkirakan butuh Rp 50 triliun. Tanpa skenario prioritas program maka stimulus baru akan tambah beban utang pemerintah," kata dia kepada Liputan6.com.

Di sisi lain, ia menyebut kondisi fiskal sedang tidak baik baik saja. Berkaca pada penerimaan pajak yang juga rendah, di mana rasio pajak kuartal I 2025 hanya sekitar 7,95 persen.

Harus Ada yang Mengalah

"Harus ada yang dikalahkan ya. Misalnya jumlah siswa penerima manfaat MBG-nya diturunkan. Kemudian Kopdes Merah Putih ditunda dulu. Sementara soal stimulus penting sekali jadi prioritas karena langsung membantu daya beli masyarakat," ungkapnya.

Pasalnya, Bhima melihat 6 paket stimulus per Juni nanti bersifat lebih mendesak bagi masyarakat. Demi menangkal tren buruk di sektor perekonomian saat ini.

"Program MBG yang sudah berjalan tidak efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Buktinya kuartal I 2025 ekonomi tumbuh dibawah 5 persen. Soal Kopdes Merah Putih baru dikaji," tuturnya.

Pinta Pengusaha soal Paket Stimulus Ekonomi

Bicara mengenai paket stimulus ekonomi, pengusaha ternyata memiliki keinginan khusus ke pemerintah. Apa itu? 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif tambahan kepada pelaku usaha, khususnya di sektor padat karya. Permintaan ini disampaikan menyusul peluncuran paket kebijakan stimulus ekonomi yang difokuskan kepada masyarakat.

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menilai bahwa dukungan kepada pelaku usaha sangat penting, terutama dalam bentuk insentif fiskal, kemudahan perizinan, deregulasi, hingga akses pembiayaan yang lebih terjangkau.

"Insentif bagi pelaku usaha, khususnya sektor padat karya, perlu diperluas dan dipercepat. Termasuk di dalamnya pemberian insentif fiskal di berbagai sektor, kemudahan perizinan dan deregulasi, serta akses pembiayaan yang lebih murah," ujar Shinta saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/5/2025).

Ia menyambut baik langkah pemerintah memperpanjang diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi sektor padat karya. Namun, menurutnya, langkah itu masih belum memadai.

"Diskon iuran JKK yang diperpanjang tentu patut diapresiasi, tetapi sebaiknya ada perluasan insentif tambahan yang bisa secara langsung membantu pelaku usaha, khususnya di industri padat karya," tambahnya.

Dorong Penguatan Produksi

Shinta juga mengapresiasi upaya pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat melalui kebijakan ekonomi. Namun ia menekankan, sisi produksi juga perlu mendapatkan perhatian setara agar industri tetap tumbuh berkelanjutan.

"Langkah menjaga daya beli memang penting untuk jangka pendek. Namun, keberlanjutan sektor industri padat karya juga membutuhkan kebijakan yang mendukung efisiensi biaya produksi dan peningkatan daya saing di pasar global," tegasnya.

Terlepas dari itu, Apindo tetap menyambut baik langkah pemerintah dalam merespons pelemahan ekonomi dengan meluncurkan enam program insentif pada Juni 2025.

"Kami menilai ini sebagai langkah cepat untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan aktivitas ekonomi, khususnya di sektor konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan nasional," ucapnya.

"Kombinasi antara bantuan langsung seperti subsidi upah dan bansos pangan, dengan stimulus konsumsi melalui diskon listrik, transportasi, dan tarif tol, diharapkan dapat menciptakan multiplier effect bagi sektor riil," tambah Shinta.

Stimulus Ekonomi Disambut Baik Buruh

Paket stimulus ekonomi yang akan diluncurkan pemerintah ini langsung disambut meriah oleh para buruh. Apa yang akan mereka dapatkan di paket ini?

Ada dua, pertama, Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta atau UMP, serta guru honorer.

Kedua, yaitu memperpanjang program diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Mirah Sumirat mengungkapkan bahwa pihaknya menyambut baik langkah Pemerintah dalam upaya mendongkrak daya beli masyarakat, termasuk meringankan buruh.

“Artinya pemerintah ketika membuat 6 kebijakan tersebut, menyadari betul bahwa kondisi ekonomi para pekerja, buruh dan rakyat sedang tidak baik-baik saja,” ujar Mirah kepada Liputan6.com di Jakarta.

Namun, Mirah mengatakan masih ada beberapa catatan dari buruh terkait stimulus ekonomi pemerintah saat ini.

Ia menilai, dampak stimulus terkait Bantuan Subsidi Upah tidak akan terlalu signifikan. Hal ini mengingat pemberlakukan stimulus tersebut yang cukup singkat, selama 2 bulan (Juni-Juli 2025).

“6 kebijakan stimulus yang digelontorkan ini sifatnya sementara. Artinya setelah 2 bulan ini apa yang dilakukan oleh pemerintah? Di sisi lain kita masig menghadapi masalah minimnya lapangan pekerjaan,” ucapnya.

“Sekarang masyarakat butuh sekali lapangan pekerjaan di tengah-tengah PHK masal yang sangat luar biasa, masif dan terus berkelanjutan. Hal ini juga membuat mereka akan menahan pengeluran karena khawatir PHK masal yang tiba-tiba terjadi,” ucapnya.

Mirah lebih lanjut menyoroti besaran Bantuan Subdisi Upah (BSU) yang semula sekitar Rp600.000 di tahun 2022 kini menjadi kisaran Rp150.000.

“Kalau ingin meningkatkan daya beli belum cukup untuk meningkatkan daya beli, karena harga bahan pangan juga masih tinggi,” ucapnya.

Rekomendasi ke Pemerintah

Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan empat rekomendasi strategis yang menurutnya harus segera dilakukan pemerintah sebelum menjalankan program stimulus.

  • Pertama, Pemerintah diminta segera merilis perincian biaya dari enam program stimulus yang direncanakan, termasuk sumber pendanaannya. Transparansi ini penting untuk memperkuat akuntabilitas dan membangun kepercayaan publik.
  • Kedua, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program-program lain seperti MBG (Makmur Berkelanjutan), pembangunan 3 juta rumah, Koperasi Merah Putih, dan medical check-up massal perlu dilakukan untuk menghindari tumpang tindih anggaran dan mengoptimalkan efek sinergi.
  • Ketiga, Pemerintah dinilai perlu membuka ruang partisipasi publik dalam menghitung dampak berganda (multiplier effect) dari stimulus, serta merancang proyeksi beban fiskal jangka menengah secara transparan.
  • Keempat, Pemerintah diminta untuk membangun mekanisme konsultasi publik yang inklusif. Menurutnya demokrasi tidak boleh menjadi slogan kosong, melainkan praktik nyata menyerap suara rakyat, terutama kelompok marginal.

"Hanya dengan pendekatan semacam ini, kita bisa mewujudkan stimulus yang tidak hanya “panas di atas kertas” tetapi benar-benar menyalakan mesin pertumbuhan yang berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan sesuai semangat demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan" pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |