Liputan6.com, Jakarta Pusat Studi Hukum Konstitusi (Pushati) Fakultas Hukum Universitas Trisakti menyelenggarakan seminar nasional dengan tema Membedah PP 28/2022: Dilema Piutang Negara Vs Prinsip Negara Hukum.
Isu yang diangkat dalam seminar kali ini adalah isu yang sangat penting akan tetapi agak luput dari perhatian publik. Masalah penyelesaian Piutang Negara merupakan masalah yang sudah lama dihadapi Pemerintah namun tak kunjung usai.
Kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah misalnya dengan menerbitkan PP 28/2022 tentang Panitia Urusan Piutang Negara justru berpotensi melanggar asas dan prinsip Negara Hukum sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI 1945.
“Negara tidak boleh sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan yang justru bisa kontraproduktif terhadap prinsip dan tatanan konstitusionalisme," kata Ketua Pushati FH Usakti, Ali Rido dalam keterangan tertulis, Rabu (28/5/2025).
Sedangkan Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015 Hamdan Zoelva memberikan catatan terhadap PP 28/2022 yang dianggap overlapping dengan norma yang lebih tinggi.
"Sebagai sebuah peraturan delegasi atau peraturan pelaksana, maka PP tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi termasuk dengan Undang-Undang yang mendelegasikan yaitu UU 49 prp 1960," tutup dia.
Sementara itu, Dirjen AHU Kementerian Hukum RI Widodo, menyampaikan PP 28/2022 ini sebenarnya bertujuan untuk memperkuat tugas dan wewenang pengurusan piutang negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penagihan dan penyelesaian piutang negara.
Neraca Pembayaran Indonesia Alami Defisit pada Kuartal I 2025
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) tetap terjaga pada kuartal I 2025. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menuturkan, defisit transaksi berjalan tetap rendah di tengah perlambatan ekonomi global.
“Selain itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang terkendali di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (22/5/2025).
Dengan perkembangan tersebut, NPI pada kuartal I 2025 mencatat defisit USD 0,8 miliar dan posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 tercatat tetap tinggi sebesar USD 157,1 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Bank Indonesia juga menyebutkan, transaksi berjalan mencatat defisit yang lebih rendah. Pada kuartal I 2025, transaksi berjalan mencatat defisit USD 0,2 miliar (0,1% dari PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit USD 1,1 miliar dolar AS (0,3% dari PDB) pada kuartal IV 2024. Surplus neraca perdagangan barang meningkat, terutama disumbang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas.
“Ekspor nonmigas menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan harga komoditas,” kata Ramdan.
Transaksi Modal dan Finansial Tetap Terjaga
Sementara itu, impor nonmigas turun lebih dalam khususnya pada kelompok bahan baku dan penolong. Di sisi lain, defisit neraca jasa meningkat dipengaruhi penurunan surplus jasa perjalanan (travel) sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
"Defisit neraca pendapatan primer juga meningkat dipengaruhi oleh kenaikan pembayaran imbal hasil investasi portofolio,” kata dia.
Kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Investasi langsung tetap membukukan surplus sebagai cerminan dari persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian dan iklim investasi domestik yang tetap terjaga.