Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani hingga Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dipanggil Presiden Prabowo Subianto pada Senin, (2/6/2025) untuk mengikuti rapat terbatas (Ratas). Rapat terbatas ini membahas sejumlah insentif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menteri BUMN Erick Thohir menuturkan, rapat difokuskan pada penyusunan kebijakan insentif yang akan menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
"Kalau penugasan memang masih di Kementerian BUMN. Di sini ada beberapa poin untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar dia.
Erick mengatakan, terdapat sejumlah hal penting yang dibahas dalam pertemuan itu, termasuk rencana pemberian diskon dan bentuk insentif lainnya.
Akan tetapi, ia belum dapat merinci kebijakan itu sebelum diputuskan resmi dalam rapat.
“Salah satunya memang ada beberapa hal yang mungkin nanti diumumkan setelah rapat. Ya, diskon dan lain-lain. Yang saya belum boleh lapor sebelum ratas ini,” ujar dia.
Selain Erick Thohir, juga tampak hadir memenuhi undangan Ratas oleh Prabowo di antaranya Menteri Tenaga Kerja Yassierli, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Selain itu, juga tampak Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri PU Doddy Hanggono.
Stimulus Jadi Momentum Pertumbuhan Ekonomi saat Idul Adha
Sebelumnya, momentum perayaan Hari Raya Idul Adha diperkirakan berpotensi memberikan dorongan konsumsi domestik, terutama di sektor makanan dan minuman, transportasi, dan jasa keagamaan.
Meskipun dampaknya tidak sebesar momen Ramadan-Idulfitri, ekonom Permata Bank, Josua Pardede melihat bahwa konsumsi daging, aktivitas perjalanan domestik (mudik lokal), serta kegiatan sosial-keagamaan seperti kurban dan sedekah tetap menstimulasi ekonomi.
“Apalagi, pemerintah juga menggelontorkan stimulus sejak 5 Juni yang meliputi diskon transportasi, listrik, bansos, hingga subsidi upah. Kombinasi ini bisa menjadi faktor penopang untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi kuartal II agar tetap mendekati target 5%, setelah pada kuartal I hanya tumbuh 4,87% yoy,” ungkap Josua kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Senin (2/6/2025).
Namun, Josua memperkirakan daya beli belum sepenuhkan akan pulih pada momen Idul Adha.
Ia mengutip Survei Konsumen pada April 2025 dari Bank Indonesia, dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mengalami penurunan dari 127,3 di Maret menjadi 124,4 di April, menandakan optimisme konsumen mulai melemah, terutama pada kelompok pendapatan menengah ke bawah.
Adapun Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durable Goods) dan Indeks Ekspektasi Penghasilan yany juga menurun, mencerminkan tekanan pada daya beli menjelang pertengahan tahun.
Diperlukan Stimulus Tambahan
Selain itu, pertumbuhan penjualan eceran secara tahunan hanya 1,01% (yoy) pada Maret, yang mengindikasikan konsumsi belum sepenuhnya pulih .
“Maka, menjelang Idul Adha, kondisi daya beli tampak masih melemah, terutama karena tekanan inflasi pangan yang masih terjadi,” jelasnya.
“Melihat melemahnya keyakinan dan daya beli rumah tangga, sangat tepat jika pemerintah mempertimbangkan tambahan stimulus atau perluasan cakupan dari paket yang sudah ada untuk menyasar momen Idul Adha,” imbuhnya.
Perlu Stimulus Tambahan
Josua mengatakan, stimulus tambahan bisa berbentuk bansos pangan tambahan untuk daging kurban, subsidi distribusi daging ke pasar tradisional, atau dukungan harga kepada peternak lokal.
“Tanpa intervensi yang kuat, potensi pertumbuhan dari sisi konsumsi rumah tangga saat Idul Adha bisa kurang optimal, padahal konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pertumbuhan PDB Indonesia,” katanya.
Rupiah Masih Tertekan Kondisi Eksternal
Adapun penguatan nilai tukar Rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir berkat arus masuk ke instrumen portofolio seperti SRBI dan obligasi pemerintah, serta meredanya tekanan dolar akibat ekspektasi pemangkasan Fed Funds Rate pada akhir 2025.
Namun, Josua melihat, ketahanan penguatan ini masih terancam oleh ketidakpastian eksternal, termasuk tensi geopolitik, potensi tarif baru dari AS, dan kinerja neraca perdagangan Mei-Juni.
Rupiah Bisa Bertahan dalam Jangka Pendek
“Maka, meski penguatan rupiah bisa bertahan dalam jangka pendek, stabilitasnya hingga Idul Adha akan sangat bergantung pada kombinasi faktor global (arah kebijakan The Fed) dan domestik (komitmen fiskal dan realisasi stimulus),” kata Josua.
“Idul Adha 2025 memang bisa menjadi momentum pemulihan konsumsi dan ekonomi, namun sinyal dari indikator konsumsi menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung hati-hati dalam belanja,” tambahnya.
Oleh karena itu, menurutnya, intervensi tambahan dari pemerintah sangat krusial agar efek ganda dari stimulus fiskal, stabilitas nilai tukar, dan peningkatan aktivitas konsumsi benar-benar bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi kuartal II menuju kisaran target 5%.