Izin Tambang Dicabut, DPR: Raja Ampat Harus jadi Simbol Ekonomi Hijau Indonesia

21 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menghentikan aktivitas penambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurut Misbakhun, kebijakan ini merupakan langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan kawasan konservasi dan ekowisata unggulan Indonesia.

“Saya mendukung penuh keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menghentikan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat. Ini adalah keputusan berani yang berpihak pada masa depan. Kawasan Raja Ampat harus dijaga sebagai kawasan ekowisata kelas dunia, bukan dikorbankan untuk eksploitasi tambang jangka pendek,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (12/6).

Dia menekankan bahwa Raja Ampat merupakan kawasan dengan nilai ekologis dan ekonomis yang sangat tinggi. Penghentian aktivitas tambang, menurutnya, justru membuka peluang pertumbuhan ekonomi lokal yang lebih sehat, berkelanjutan, dan inklusif.

“Data kunjungan wisatawan ke Raja Ampat pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Baik wisatawan mancanegara maupun domestik meningkat tajam, dan ini berkontribusi langsung terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Raja Ampat,” kata Misbakhun.

Ekowisata Berbasis Alam

Ekowisata berbasis alam memiliki peran vital dalam mendukung perekonomian setempat. Pada 2024, sekitar 30 ribu wisatawan berkunjung ke Raja Ampat, dengan 70 persen di antaranya berasal dari mancanegara. Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dibanding pada tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 19.839 turis.

Kunjungan wisatawan tersebut memberikan kontribusi sekitar Rp 150 miliar per tahun terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat. Nilai ekonomi ini belum termasuk dampak tidak langsung dari sektor lain yang turut tumbuh karena pariwisata, seperti perhotelan, transportasi lokal, kuliner, kerajinan rakyat, dan jasa pemandu wisata.

“Ekonomi hijau berbasis pariwisata alam seperti di Raja Ampat adalah instrumen utama pembangunan berkelanjutan. Ini bukan hanya soal pelestarian lingkungan, tapi juga soal arah pembangunan ekonomi masa depan Indonesia yang ramah lingkungan, berkualitas, dan memberdayakan masyarakat setempat,” ujar Misbakhun.

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini sejalan dengan visi pembangunan nasional yang menekankan transisi energi dan ekonomi hijau. “Raja Ampat sudah dikenal sebagai surga bawah laut dunia. Kita tidak boleh menggadaikan potensi jangka panjang ini hanya demi keuntungan sesaat dari industri ekstraktif.” kata dia.

Sebagai Ketua Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan dan perencanaan pembangunan, Misbakhun menyatakan komitmennya untuk terus mendorong kebijakan fiskal dan insentif yang mendukung pengembangan ekowisata di kawasan timur Indonesia, termasuk Papua Barat Daya.

“Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi untuk mengembangkan infrastruktur pendukung, pelatihan SDM pariwisata, serta menciptakan ekosistem usaha yang sehat. Saya percaya, Raja Ampat bisa menjadi ikon keberhasilan Indonesia dalam membangun ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Keanekaragaman Hayati Laut Tertinggi di dunia

Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan di Provinsi Papua Barat Daya yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Wilayah ini mencakup lebih dari 1.500 pulau kecil, atol, dan gosong, serta menjadi rumah bagi lebih dari 1.300 spesies ikan karang, 600 spesies karang keras, dan berbagai spesies endemik lainnya.

Pada 2023, aktivitas penambangan nikel oleh perusahaan swasta di kawasan sekitar Waifoi, Raja Ampat, menimbulkan kontroversi luas karena berada di wilayah yang dinyatakan sebagai kawasan lindung. Protes masyarakat, akademisi, hingga kelompok pemerhati lingkungan membuat pemerintah pusat turun tangan.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dalam pernyataannya awal Juni 2025, secara tegas menghentikan aktivitas tambang nikel di kawasan tersebut, dengan pertimbangan bahwa potensi pariwisata jauh lebih besar dan berkelanjutan dibanding eksploitasi tambang yang berisiko merusak ekosistem sensitif.

Langkah ini juga konsisten dengan arah kebijakan nasional dalam mendukung pertumbuhan ekonomi hijau dan transisi energi bersih, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Hijau 2025–2045. 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |