Strategi Indonesia Jaga Posisi Tawar dalam Negosiasi CEPA

5 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menegaskan posisi tawar terhadap Uni Eropa dalam negosiasi Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) tetap kuat, meskipun prosesnya berlangsung hampir sembilan tahun.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, lamanya negosiasi mencerminkan upaya Indonesia dalam menjaga kesetaraan dalam seluruh tahapan perundingan. Posisi ini tidak mudah dicapai mengingat perjanjian ini melibatkan 27 negara anggota Uni Eropa dan mencakup isu-isu yang kompleks dan komprehensif.

Indonesia secara konsisten mempertahankan prinsip kesetaraan dalam merumuskan substansi CEPA. Hal ini terbukti dari capaian saat ini, di mana hampir seluruh materi perundingan telah disepakati bersama. Tidak hanya menyangkut tarif dan akses pasar, tetapi juga mencakup aspek keberlanjutan, penghapusan hambatan non-tarif, hingga kerja sama teknis lintas sektor.

"Karena ini adalah perjanjian bersama, maka tentu kesetaraan posisi antar kedua negara ini menjadi sangat penting dan dihormati,” kata Airlangga dalam konferenis pers, Sabtu (7/6/2025).

Keuntungan Strategis Indonesia dalam CEPA

Dengan tercapainya kesepakatan substansi CEPA, Indonesia berpotensi memperoleh keuntungan strategis yang signifikan. Salah satunya adalah terbukanya akses pasar Uni Eropa yang selama ini membebani produk Indonesia dengan tarif tinggi, membuatnya kalah bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam yang menikmati tarif lebih rendah.

Melalui CEPA, hambatan ini akan dihapuskan sehingga ekspor Indonesia bisa meningkat secara substansial.

Nilai Ekspor Bakal Naik 50%

Pemerintah memproyeksikan kenaikan nilai ekspor hingga lebih dari 50% dalam tiga hingga empat tahun ke depan, seiring penghapusan hampir 80% tarif dan berbagai hambatan non-tarif.

Selain itu, CEPA juga diharapkan mampu menarik lebih banyak investasi dari Eropa ke Indonesia, menciptakan persepsi bahwa kebijakan ekonomi nasional sejalan dengan standar dan prinsip yang diterapkan Uni Eropa.

“Dengan 10-20% cost yang lebih tinggi saja Indonesia bisa masuk ke pasar Eropa. Tentunya kalau pasarnya dinolkan, kita berharap lebih besar lagi volume barang yang bisa masuk,” ujar Airlangga.

Industri Padat Karya Jadi Prioritas Akses Pasar ke Eropa

Dalam negosiasi CEPA, Indonesia menetapkan sektor-sektor prioritas yang dinilai strategis dan berdaya saing tinggi. Fokus utama pemerintah adalah pada industri padat karya, termasuk alas kaki, tekstil, garmen, produk tekstil, serta sektor perikanan. Sektor-sektor ini dinilai mampu menciptakan banyak lapangan kerja dan memiliki potensi ekspor besar jika akses pasar dibuka seluas-luasnya.

Indonesia secara khusus meminta agar produk dari sektor padat karya ini mendapat perlakuan istimewa dalam hal tarif dan hambatan teknis. Dengan terbukanya pasar Uni Eropa bagi produk-produk tersebut, diharapkan akan tercipta efek ganda terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan peningkatan kesejahteraan pelaku industri, termasuk UMKM yang menjadi bagian dari rantai pasok industri.

"Industri seperti alas kaki, tekstil, garmen, produk tekstil, dan produk perikanan itu menjadi perhatian yang kita minta buka akses pasar sebesar-besarnya," ungkap Airlangga.

CEPA Sebagai Cermin Kesetaraan dan Keberlanjutan

Negosiasi CEPA bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga mencerminkan prinsip keberlanjutan yang menjadi perhatian global. Pemerintah Indonesia menyatakan telah menyelesaikan berbagai hambatan terkait keberlanjutan, termasuk untuk produk sawit yang sempat menjadi isu utama.

Dengan standar seperti ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan harmonisasi dengan EUDR, Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan yang bisa diterima oleh Uni Eropa.

Kesepakatan dalam CEPA juga mencakup kerangka harmonisasi standar seperti sanitary and phytosanitary (SPS) dan technical barriers to trade (TBT). Kolaborasi antara badan karantina kedua belah pihak memastikan bahwa hambatan teknis dalam perdagangan produk pertanian dapat diminimalkan, membuka peluang ekspor baru di sektor tersebut.

"Seluruh pasar ekspor membutuhkan daya saing yang kuat karena produk kita tidak hanya bersaing dengan produk Eropa, tetapi juga produk-produk lain yang akan masuk ke Eropa,” pungkas Airlangga.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |