Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa transportasi maritim khususnya kapal laut di Indonesia masih tertinggal dibandingkan transportasi darat dalam upaya dekarbonisasi.
"Sampai hari ini, transportasi maritim masih tertinggal dibandingkan dengan transportasi darat dalam hal dekarbonisasi," ujar AHY saat membuka Indonesia Maritime Week 2025 di JCC, Senin (26/5/2025).
Menurut AHY, kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena sekitar 60 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Dengan demikian, sektor maritim memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Di negara di mana 60 persen penduduknya tinggal di wilayah pesisir, pengembangan maritim bukan sekadar sektor, melainkan kekuatan utama pertumbuhan ekonomi kita," jelasnya.
Kelancaran Pelayaran
AHY menambahkan bahwa ekosistem pesisir tidak hanya mendukung pembangunan kawasan, tetapi juga penting bagi ketahanan pelabuhan serta kelancaran pelayaran antar pulau.
Ia meyakini, pengembangan sektor maritim yang modern dan berkelanjutan dapat mengurangi dampak perubahan iklim sekaligus mendorong pembangunan yang inklusif.
"Untuk semua aspirasi kita dalam memodernisasi pelabuhan, mengadopsi teknologi maritim bersih, dan memperkuat armada, satu hal yang penting adalah memastikan bahwa sistemnya kreatif, dapat diakses, berkelanjutan, serta memiliki mekanisme pembiayaan yang tepat," tutur AHY.
Banyak Pekerjaan Rumah
Meski sejumlah inovasi seperti pelabuhan hijau di Teluk Lamong sudah mulai bermunculan, AHY mengakui masih banyak pekerjaan rumah, termasuk pembaruan armada kapal yang saat ini dinilai sudah usang dan menghasilkan emisi tinggi.
Ia menekankan bahwa pengembangan infrastruktur hijau berskala tepat menjadi tantangan utama dalam menciptakan sektor maritim yang ramah lingkungan.
"Kita harus mengatasi berbagai tantangan untuk memodernisasi armada yang sudah tua dengan emisi lebih rendah, serta membangun infrastruktur hijau yang sesuai skala," katanya.
Restrukturisasi Ekosistem Pembiayaan Maritim Diperlukan
Lebih lanjut, AHY mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama dalam pengembangan sektor maritim adalah belum adanya sistem pembiayaan yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
"Kita sangat membutuhkan restrukturisasi mendasar terhadap ekosistem pembiayaan maritim secepatnya," tegasnya.
Ia menilai bahwa Indonesia memerlukan skema pembiayaan hijau dengan bunga rendah, model pembiayaan campuran seperti KPBU, serta fasilitas pembiayaan khusus yang tidak bergantung sepenuhnya pada dana pemerintah. Ini penting untuk mendorong pembangunan kapal dan pelayaran dengan dukungan pembiayaan jangka panjang yang memadai.
"Dibutuhkan dedikasi terhadap fasilitas maritim yang potensinya tidak bisa hanya mengandalkan sovereign funds," imbuh AHY.
Banyak Kapal Tua
AHY juga menyoroti kondisi armada kapal di Indonesia yang semakin menua. Saat ini, usia rata-rata kapal telah mencapai sekitar 20 tahun. Hampir setengah dari kapal penangkap ikan dan sebagian besar kapal perdagangan menggunakan armada tua.
"Urgensinya nyata. Berdasarkan data dari Bappenas, terdapat sekitar 98 ribu kapal dengan rata-rata usia 20 tahun — itu sudah mendekati batas usia pakai," ujarnya.
Selain itu, pemilik kapal masih banyak yang mengandalkan pinjaman komersial umum yang tidak dirancang khusus untuk sektor maritim. Hal ini menjadi hambatan dalam melakukan peremajaan armada secara masif.
"Pemilik kapal kita masih bergantung pada pinjaman komersial generik, dan itu menciptakan hambatan finansial. Menutup kesenjangan ini bukan semata soal daya saing, tapi tentang membuka potensi penuh kita sebagai negara maritim," pungkasnya.