Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) prediksi dampak suku bunga acuan atau BI Rate turun dari 5,75% menjadi 5,5% akan berdampak sekitar enam bulan terhadap bunga kredit baru. Hal ini seiring proses penyesuaian pasar.
Demikian disampaikan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI) Solikin M Juhro.
"Kemudian transmisi suku bunga ke kredit itu sekitar 6 bulan," kata Solikin dalam acara Taklimat Media di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Dampak penurunan BI Rate terhadap penyesuaian bunga pasar keuangan akan dirasakan lebih pendek. Yakni dalam kurun waktu 2-3 bulan.
Sedangkan, total waktu yang dibutuhkan dari penurunan BI Rate terhadap dukungan pertumbuhan ekonomi nasional bisa memakan waktu sekitar 1 tahun.
Ia menuturkan, dampak perbedaan waktu dari penurunan BI Rate ini tak lepas dari proses penyesuaian pasar terkait nominal bunga di masing sektor perekonomian.
"Seperti dibilang kalau (penyesuaian) bergantung ke mana. Tapi kalau ke suku bunga pasar uang Itu bisa seketika, karena kredit itu ada tenor yang terendah, kemudian kalau kita bicara tenor yang jangkauan ya bisa segera lebih cepat," kata dia.
BI Rate Turun
Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada Rabu, 21 Mei 2025.
Bersamaan dengan itu, BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility menjadi 4,75 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,25 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, langkah penurunan suku bunga ini dilakukan untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5 persen ±1 persen pada 2025 dan 2026, serta menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
3 Alasan BI Pangkas Suku Bunga jadi 5,5%
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin pada bulan Mei 2025. Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan keputusan ini diambil berdasarkan tiga pertimbangan utama yang mencerminkan kondisi perekonomian nasional saat ini.
"Kami turunkan suku bunga BI Rate 25 basis point. Pertimbangannya satu, inflasi rendah. Dua, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, dan ketiga, turut mendorong pertumbuhan ekonomi bersinergi erat dengan kebijakan-kebijakan fiskal maupun kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya dalam astacita," kata Perry dalam konferensi pers RDG Mei 2025, secara virtual, Rabu (21/5/2025).
Bank Indonesia pada Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%.
Menurut Perry, sinergi Bank Indonesia dengan pemerintah sangat-sangat erat untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Perry menjelaskan, inflasi domestik berada pada level yang terkendali.
BI memperkirakan inflasi pada akhir tahun 2025 akan berada di kisaran 2,6%, yang dinilai masih dalam rentang target dan mencerminkan kondisi harga yang stabil.
"Di dalam negeri inflasi kita rendah. Akhir tahun ini kami berkirakan inflasi itu kemungkinan sekitar 2,6% jadi rendah," ujar dia.
Perlunya Dorongan Tambahan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Perry mengatakan, perlunya dorongan tambahan terhadap pertumbuhan ekonomi. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I 2025 sebesar 4,87%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2024 yang mencapai 5,02%. Oleh karena itu, pelonggaran kebijakan moneter diharapkan dapat mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tentu saja pertimbangan inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil dan cenderung menguat," ujar dia.
BI Revisi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025
Adapun dengan realisasi PDB triwulan I 2025 dan mencermati dinamika perekonomian global, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada dalam kisaran 4,6–5,4%, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,7–5,5%.
Berbagai respons kebijakan perlu makin diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui penguatan permintaan domestik serta optimalisasi peluang peningkatan ekspor.
"Dalam kaitan ini, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang didukung percepatan digitalisasi sistem pembayaran terus disinergikan dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah, termasuk dukungan terhadap implementasi program Asta Cita Pemerintah," ujarnya.