Liputan6.com, Jakarta Usulan untuk menaikkan usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) menjadi 70 tahun dinilai dapat mengancam potensi bonus demografi Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, kebijakan ini kemungkinan besar merupakan respons atas beban fiskal negara yang terus meningkat, terutama untuk pembiayaan pensiunan.
Namun, ia mengingatkan bahwa Indonesia saat ini tengah berada dalam fase bonus demografi dengan jumlah anak muda produktif yang sangat besar.
Faisal menekankan bahwa kebutuhan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi generasi muda jauh lebih mendesak. Apalagi, tingkat pengangguran usia muda di Indonesia termasuk yang tertinggi dibandingkan negara-negara lain sekelasnya.
Regenerasi Terhambat
Jika kebijakan perpanjangan usia pensiun PNS diterapkan tanpa dibarengi pembukaan formasi ASN baru, maka potensi regenerasi dalam sektor pemerintahan pun akan terhambat.
“Jadi artinya kebijakan untuk rekrutmen ASN juga perlu pemberian perpanjangan usia pensiun, ini juga perlu diperhatikan apakah nanti rekrutmen ASN untuk yang baru itu juga jadi berkurang karena itu nanti akan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja yang di usia mudanya, yang baru masuk entry level,” ujar Mohammad Faisal kepada Liputan6.com, Senin (26/5/2025).
Harapan Hidup Meningkat, Tapi Produktivitas di Usia Senja Masih Tanda Tanya
Dari sisi statistik, harapan hidup orang Indonesia memang terus meningkat. Namun, peningkatan ini belum tentu sejalan dengan kemampuan fisik dan produktivitas seseorang di usia lanjut.
Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listianto, mengingatkan bahwa banyak warga lanjut usia mengalami kendala kesehatan yang bisa mempengaruhi kinerja mereka, terutama dalam pelayanan publik.
Menurut Eko, menaikkan usia pensiun hingga 70 tahun harus dikaji lebih dalam, tidak hanya dari sisi fiskal jangka panjang tetapi juga kualitas SDM yang diharapkan tetap prima dalam menjalankan tugasnya. Risiko menurunnya produktivitas di usia tersebut justru bisa menurunkan kualitas layanan publik dan menambah beban biaya kesehatan negara.
“Meskipun angka harapan hidup Indonesia meningkat, namun usulan pensiun 70 tahun harus dilihat aspek kesehatan secara lebih dalam, mengingat banyak juga yang mendekati usia 70 tahun ada kendala berbagai kesehatan yang dapat mengganggu produktivitas kerja dan layanan ke masyarakat jika masih jadi PNS,” jelas Eko.
Produktivitas Menurun, Anak Muda Kehilangan Kesempatan
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, secara tegas menolak usulan pensiun di usia 70 tahun. Ia menyatakan bahwa pada usia tersebut, produktivitas seseorang sudah menurun drastis, apalagi jika kondisi kesehatannya tidak prima. Menurutnya, usia 60 tahun sudah cukup maksimal untuk pensiun, dan jika pun harus bekerja lebih lama, maka batasnya hanya untuk posisi penasehat atau tenaga ahli, bukan pekerjaan strategis yang membutuhkan energi dan konsentrasi tinggi.
Agus juga menyoroti dampak terhadap anak-anak muda yang terhambat mendapat posisi karena tidak ada regenerasi. " Kita bukan Eropa atau Jepang yang lapangan kerjanya luas. Di sini, pengangguran masih 60 juta,” tegasnya.
Berdasarkan pengalaman pribadinya, usia 60 tahun sudah merupakan batas maksimal yang wajar untuk bekerja secara aktif. Kalaupun seseorang tetap ingin berkontribusi, idealnya hanya dalam peran non-operasional seperti penasihat atau tenaga ahli.
"Kalau pekerjaannya hanya sebagai penasehat, itu oke lah. Di atas itu udah nggak bisa efektif. Karena lelah," kata Agus.
Perlu Keseimbangan Antara Efisiensi Fiskal dan Regenerasi SDM
Salah satu alasan mengemuka di balik usulan menaikkan usia pensiun adalah untuk menunda pembayaran uang pensiun dan mengurangi beban fiskal. Namun, para ahli ekonomi dan kebijakan publik memperingatkan bahwa penghematan fiskal ini bisa berujung pada tekanan baru: stagnasi SDM, meningkatnya pengangguran muda, serta meningkatnya biaya kesehatan akibat mempertahankan pekerja lansia.
Agus Pambagio juga mengkritisi aspek beban negara jika orang lanjut usia tetap bekerja sebagai ASN, sementara mereka rentan terhadap penyakit dan membutuhkan perawatan kesehatan yang biayanya ditanggung negara. Ia menyebut, mempertahankan ASN hingga usia 70 tahun bukan hanya soal produktivitas, tapi juga beban anggaran yang besar.
“Sekarang ongkos biaya kesehatannya siapa yang nanggung? Negara. Nanti mau 70 tahun, itu penyakitnya sudah ngumpul. Kedua, nanti yang anak-anak muda nggak punya kesempatan. Masih mesti nunggu lama,” ujar Agus menambahkan.